Friday, May 23, 2025

Psikolog: Anak Butuh Edukasi Seksual untuk Hindari Kekerasan


BICARA PENDIDIKAN
- Kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali menyita perhatian publik, mulai dari kasus predator anak di Jepara yang melecehkan sedikitnya 31 anak, hingga terbongkarnya grup Facebook Fantasi Sedarah yang berisi konten seksual menyimpang dan diikuti 32.000 anggota.


Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat, sepanjang 2022 terjadi sebanyak 11.266 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 16.106 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.


Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat, sepanjang 2022 terdapat 16.106 kasus kekerasan terhadap anak. Sementara Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 mengungkap empat dari sepuluh anak perempuan dan tiga dari sepuluh anak laki-laki usia 13–17 tahun pernah mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk termasuk kekerasan seksual. 


Psikolog klinis UGM, Indria Laksmi Gamayanti, menilai tingginya kasus ini menunjukkan kerentanan ganda anak dan remaja, baik secara psikologis, sosial, maupun biologis.


“Ketika hal ini tidak terpenuhi dari lingkungan terdekat, anak menjadi lebih mudah tergoda oleh bujuk rayu dan pujian dari lawan jenis,” jelas Indria, dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (23/5/2025).


“Pemahaman anak yang minim soal dunia digital membuat mereka mudah dimanipulasi pelaku. Orang tua dan pendidik harus peka dan waspada terhadap tanda kekerasan seksual, seperti perubahan perilaku drastis, mimpi buruk, atau menarik diri dari lingkungan,” tambahnya.


Indria juga mengingatkan agar orang tua tidak langsung menyalahkan anak, melainkan memberi dukungan emosional dan pendampingan psikologis.


“Anak akan makin tertutup dan merasa tidak aman padahal butuh dukungan emosional untuk pulih dan pendampingan agar tidak berkembang menjadi gangguan psikologis di kemudian hari,” jelas Indria.  


Ia menekankan perlunya pendidikan seksual sejak dini dengan pendekatan positif dan sesuai usia, termasuk pengenalan bagian tubuh, batasan inetraksi fisik, bahaya di media digital dan pentingnya komunikasi terbuka antara anak dan orang tua.


“Kita tidak bisa hanya mengedukasi anak, tetapi juga orang tua. Supaya saat anak menghadapi situasi berisiko seperti kekerasan seksual, anak paham harus bersikap bagaimana dan siapa yang bisa dipercaya,” tutup Indria.


Sumber: beritasatu.com



Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
Bisnis Klik Tautan Ini: PEMASANGAN IKLAN


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram


Peringatan Penting!
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin informasi/berita/konten/artikel, namun dengan mencantumkan sumber bicarajambi.com