Friday, May 23, 2025

Apakah Kucing Kebal Terhadap Bisa Ular?


BICARA LINGKUNGAN
Tidak hanya pintar menghindari serangan ular, kucing domestik ternyata juga terbukti dua kali lebih tahan terhadap bisa ular. Hal ini terungkap melalui penelitian Zdenek dan kolega (2020) yang membandingkan efek bisa ular pada zat pembekuan darah pada anjing dan kucing.

“Sementara hanya 31 persen anjing yang selamat dari gigitan P. textilis tanpa antibisa dan kucing dua kali lebih mungkin untuk selamat dari gigitan [66 persen],” tulis penelitian tersebut.

Para peneliti menguji efek pembekuan darah [prokoagulan] dari racun ular P. textilis dan 10 racun prokoagulan lainnya dari berbagai belahan dunia pada plasma kucing, anjing, dan manusia di laboratorium.

Hasilnya menunjukkan bahwa semua racun bekerja lebih cepat dalam membekukan plasma anjing dibandingkan plasma kucing atau manusia. Ini mengindikasikan bahwa anjing lebih cepat mengalami gangguan pembekuan darah [koagulopati] dan menjadi lebih rentan terhadap racun ular yang memicu pembekuan.

“Waktu pembekuan darah spontan, bahkan tanpa racun, secara dramatis lebih cepat pada anjing ketimbang kucing,” kata Zdenek, dikutip dari Science Daily, pada Senin (19/5/2025).

“Hal ini menunjukkan bahwa pembekuan darah anjing yang alami lebih cepat membuat mereka lebih rentan terhadap jenis bisa ular ini,” lanjut Zdenek.

Hasil ini juga sejalan dengan catatan klinis yang menunjukkan timbulnya gejala lebih cepat dan efek mematikan pada anjing dibanding kucing. Beberapa perbedaan perilaku antara kucing dan anjing juga sangat mungkin meningkatkan kemungkinan anjing mati akibat gigitan ular berbisa.

“Anjing biasanya lebih aktif dari kucing. Praktik terbaik adalah tetap diam sebisa mungkin untuk memperlambat penyebaran racun ke seluruh tubuh,” kata Dr. Bryan Fry, rekan peneliti Zdenek.

“Anjing biasanya menyelidiki sesuatu dengan hidung dan mulutnya. Ini merupakan area yang sangat banyak pembuluh darah, sedangkan kucing sering memukul dengan cakar,” kata Dr. Fry.

Di sisi lain, gigitan ular merupakan masalah global, tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi hewan peliharaan.

 

Tropidolaemus wagleri, salah satu jenis ular viper yang memiliki bisa mematikan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Dari penelitian Zdenek dan kolega (2020) situasi di Australia menggambarkan masalah utama ini dengan jelas. Meskipun gigitan ular berpotensi fatal bagi manusia, dampaknya jauh lebih mematikan bagi hewan peliharaan.

Contohnya, rata-rata sekitar 6.123 orang di Australia dirawat di rumah sakit setiap tahun akibat gigitan ular. Namun, hanya sekitar 2 kematian yang tercatat per tahun selama 14 tahun.

Sebaliknya, dari sekitar 6.200 kucing dan anjing yang terkena gigitan ular setiap tahun di Australia, sekitar 213 di antaranya meninggal. Angka kematian pada hewan peliharaan ini kemungkinan lebih tinggi karena tidak mencakup kasus hewan yang tidak mendapatkan perawatan medis.

Sejauh ini, menurut penelitian Garcês dan kolega (2023), protokol pengobatan standar untuk keracunan ular perlu ditingkatkan untuk hewan peliharaan; saat ini, satu-satunya pengobatan yang diterima adalah pemberian antibisa dan perawatan suportif (terapi cairan kristaloid intravena dan pengendalian rasa sakit).

“Antibisa membatasi tanda-tanda klinis dan membalikkan koagulopati; sayangnya, karena harganya yang mahal, banyak yang tidak mampu membelinya,” tulis penelitian Zdenek dan kolega (2020).

 

Hewan peliharaan merupakan target rentan serangan ular yang jarang mendapat perhatian. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Serangan ular terhadap hewan peliharaan

Menurut Bolon dan kolega (2019) dampak gigitan ular diperkirakan jauh lebih besar jika kita mempertimbangkan perspektif “One Health”, yang mencakup dampak langsung pada hewan peliharaan dan ternak. Juga, konsekuensi tidak langsung terhadap mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hewan tersebut.

Hasil tinjauan menunjukkan bahwa sebagian besar literatur yang ada (69 persen) berasal dari Amerika Utara, Eropa, dan Australia, dengan informasi yang lebih terbatas dari Amerika Tengah dan Selatan, Asia, dan Afrika (31 persen). Studi observasional yang dominan fokus pada hewan peliharaan (78 persen) dibandingkan ternak (22 persen).

Sebanyak 34 spesies ular dilaporkan taktif dalam kasus gigitan pada hewan, dan ular-ular yang dianggap penting secara medis oleh WHO lebih sering ditemukan. Meskipun informasi mengenai faktor sosial dan lingkungan masih terbatas, literatur yang ditinjau mengindikasikan adanya pengaruh musim dan keanekaragaman habitat terhadap kejadian gigitan ular.

Gigitan ular pada hewan menyebabkan gejala keracunan (envenomasi) yang serupa dengan manusia. Ini meliputi gangguan saraf (neurotoksik), kerusakan jaringan (sitotoksik), dan gangguan pembekuan darah (hemotoksik), yang sering berujung pada kematian.

“Setengah dari publikasi yang membahas gigitan ular pada ternak melaporkan tingkat kematian diatas 47 persen,” tulis penelitian Bolon dan kolega (2019).

 

Kucing domestik yang ada di sekitar kita memiliki kesamaan perilaku dengan harimau. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Ironisnya, belum ada penelitian yang secara khusus meneliti dampak tidak langsung gigitan ular terhadap mata pencaharian masyarakat akibat sakit atau kematian hewan.

Temuan ini menyoroti beban kematian hewan yang tinggi dan kurang dilaporkan, serta potensi kerugian ekonomi yang signifikan akibat gigitan ular.

“Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan ini agar kita dapat memahami sepenuhnya dampak gigitan ular dan meningkatkan kesadaran ilmiah, politik, dan publik terhadap masalah kesehatan yang terabaikan ini,” tulis penelitian tersebut.


Sumber: mongabay.co.id



Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
Bisnis Klik Tautan Ini: PEMASANGAN IKLAN


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram


Peringatan Penting!
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin informasi/berita/konten/artikel, namun dengan mencantumkan sumber bicarajambi.com