Saturday, August 10, 2024

Cerpen Yanto bule "Gerimis Kapan Berakhir"


Untuk kesenian kalinya, Aku saksikan dirinya melukai tubuhnya, Dan hampir setiap hari juga ku dengar cacian nya, Entahlah dosa apa yang di perbuat, sehingga ada saja cara untuk melampiaskan kekesalan hatinya.


Ya di tiap malam dan waktu,nyaris aku tak mampu pejamkan mata dengan nyaman, Apalah bagiku yang hanya butuh serabutan, Mestinya letih ku seharian bisa lepas dan kembali sehat saat bangun tidur, tapi ternyata berbalik hampir setiap malam aku tidak bisa tidur nyenyak layaknya orang lain.


Bisa saja ini jadi ujian dalam keluargaku, Tetapi jika aku putar kembali awal kehidupan keluargaku biasa saja, dan tak ada yang istimewa.


Satu waktu ku kenal istriku, lewat sahabatku dan ternyata dia memiliki kelebihan di mataku, misal soal ibadahnya yang sangat rajin dan sopan di depanku, Maka ku mantapkan menghalalkan dengan membawa ke KUA.


" Genggam lah jemariku, kita arungi kehidupan ini penuh cinta,jangan lepaskan tatap mu di hatiku,biar seluruh jiwa menyatu untuk kita berdua"


Tahun berlalu , tak terasa usia pernikahanku berjalan belasan tahun, dua anakku hasil pernikahanku menambah kebahagian keluarga kecilku, Semangat untuk mencari nafkah untuk ketiganya tak pernah ku pedulikan betapa sakit dan susahnya mencari nafkah keluarga , tak pernah sedikitpun aku merasa lelah untuk berjuang membahagiakan mereka.


" Doamu adalah kekuatan untukmu mencari rejeki halal, biarkan letih ku menjadi ibadahku,"


Ya, walaupun hanya gubuk sederhana yang ku bangun dari hasil keringat jerih payahku, Namun aku bangga bisa membuatkan mereka tempat tinggal sederhana, agar semua keluargaku tidak lagi memandang rendah di keluargaku yang lain.


Begitu juga dengan usaha istriku, memulai dengan membuka warung sembako kecil kecilan, agar bisa memiliki kesibukan saat aku tinggal kerja di luar.


" Usia siapa tahu, biarlah ini menjadi sandaran usaha kita berdua"


Tiba tiba saja mataku nanar, saat melihat peristiwa yang begitu membuat aku tidak bisa melupakan , gambaran jelas di mataku seperti film yang di putar berulang ulang, peristiwa dimana hatiku harus menerima kejadian orang yang ku kasihi tega menyakiti hatiku.


Aku hanyalah pekerja serabutan, tetapi hasil keringatku halal untuk bisa ku berikan kepada keluargaku,tetapi apalah daya setiap aku berangkat bekerja sorot mata curiga istriku seperti tak mempercayai jika aku bekerja sepenuh hati untuk keluarga kecilku.


Tibalah satu masa , pertengkaran kecil di keluargaku ,ombak yang menerpa sampan keluargaku di hantam dengan derasnya arus ombak, rasa cemburu istriku semakin menjadi jadi, hingga akhirnya sifatnya yang lembut dan sopan berubah protektif, semua kerjaan ku di kontrol bahkan isi handphone saja di cek satu satu.


" Sudahlah sudahi saja semua ini, perbuatanmu tak perlu kau jelaskan, sebab tergambar nyata"


Rasa nyaman dalam keluarga, berubah seketika, jika suasana keluarga tengah suram maka pertengkaran kecil sering terjadi, bahkan si sulung anakku sempat menangis di hadapanku melihat kesabaranku mulai hilang dalam keluarga.


Aku tak pernah menyalahkan anakku,juga istriku tetapi aku menyalahkan satu peristiwa yang begitu cepat merubah semuanya.


" Ayah, jangan lagi bertengkar dengan ibu, aku menyayangi kalian sepenuh doaku"


Hampir setiap malam , aku hanya bisa merenung melihat nasib yang ku terima, di saat orang tuaku tiada aku mengalami peristiwa yang di luar kemampuanku sendiri, hingga pada akhirnya aku hanya bisa meratapi di pusara kedua orang tuaku.


" Tuhan, aku ingin merasakan sentuhan lembut ibu dan ayahku, peluk aku Tuhan di haribaan MU"


Musim pancaroba mulai tiba , entah kegelisahan apa yang menyeruak di lubuk hatiku, hampir setiap malam saat aku pulang kerumah pasti rasa takutku muncul seketika, sebab sudah bisa di pastikan igauan istriku seperti kejadian nyata , suaranya begitu jelas setiap kalimat yang meluncur dari bibirnya mengiris dinding hatiku, entah seberapa tipisnya rasa sayangku untuk istriku, tetapi itu masih bisa ku pendam meskipun aku hanya bisa menahan  dalam hati sekuat ku.


Lembayung senja melingkari langit, burung menari bebas, kebebasan rasa tidak pernah aku dapatkan lagi, ujung malam mulai menghampiri, aku bergegas keluar dari lokasi pekerjaanku , tertatih pulang dengan wajah Kumal.


Lunglai rasanya jiwa ini, setiap kali pulang hanya rasa takut dan begitu terperihkan dengan prahara kehidupanku, entah kapan rintik gerimis kehidupanku berakhir, Sesayup mataku, lelah untuk merebahkan tubuhku pada pemilik jiwa ini.


Pamenang 10 Agustus 2024




Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram