D A U N K E R I N G
D A U N K E R I
N G
Karya Hendry Nursal
FADE
IN
DITENGAH KESUNYIAN MALAM HANYA BERIRINGAN
SUARA TETESAN AIR, TERLIHAT SEORANG MANUSIA YANG SEDANG BERJALAN PERLAHAN
MEMIKUL SUATU BENDA BERAT LEBIH MIRIP KAYU BESAR DAN TERSERET. DIA SEPERTINYA
SEDANG MENGALAMI SUATU MASALAH BESAR DALAM HIDUPNYA, SESEKALI MENUTUP TELINGA
SEOLAH TERDENGAR SUARA NAMUN ITU MENYAKITKAN BAGINYA
Tolong menjauh
dari pendengaran ku, tolong jangan lagi menangis di telinga ku, tolong menjauh!
Aku tidak lagi ingin mendengarkan suara tangis bayi, aku jijik, aku merasakan
sakit melebihi dari apapun! (berteriak dan terduduk)
DIA KEMBALI BERJALAN PERLAHAN DAN TERTATIH
DI SUATU RUANGAN YANG HANYA TERDAPAT CERMIN DAN KURSI. DENGAN WAJAH YANG PENUH
AMARAH, SESEKALI DIA JUGA MENUTUP TELINGA
Tadi aku sudah
mengatakan, menjauhlah, berhentilah memenuhi isi kepala ku, berhentilah
menangis di telinga ku. Berhenti, kau bunuh saja aku, akhiri saja hidup ku!!! (berteriak)
SEORANG MANUSIA ITU TERNYATA ADALAH
PEREMPUAN BERAMBUT PANJANG, DIA KEMBALI BERDIRI, NAMUN DENGAN TERSENYUM MANIS,
TERTAWA RIANG, MENERUSKAN LANGKAHNYA SECARA PERLAHAN. LAGI-LAGI DIA MENUTUP
TELINGANYA
Sudahlah,
tidakkah kau mengasihani ku, tidakkah kau lelah berputar-putar di kepala ku!!! (berteriak
hingga menangis diiringi suara gemuruh yang besar dan hujan)
SEMBARI MENGUSAP AIR MATANYA,
PERLAHAN-LAHAN HINGGA DIA KEMBALI TERSENYUM
Aku barusan
kenapa ya, ini kenapa ada luka di tubuh ku? (berdiam diri sembari berpikir) mungkin
kumat lagi. Biarlah sudah biasa aku mengalami hal seperti ini, mungkin sudah
menjadi takdir, sudah menjadi jalan hidup hingga nanti tiada. Aku sebenarnya
bosan, lelah, capek juga tapi semua orang pasti tidak menginginkannya. Semua
manusia ingin terlahir normal, ingin terlahir sempurna sebagai manusia yang
utuh. Memang aneh diri ku,? nanti dulu tidak ada yang aneh rasanya (bercermin),
aku lumayan cantik. Berambut panjang, senyum ku manis, bentuk tubuh walaupun
tidak bohay cukup menarik untuk dilihat. Lantas mengapa banyak pria tidak
sanggup bertahan lama, tidak sanggup mengerti aku, (dengan amarah) mereka
semua hanya sanggup menikmati tubuh ku tapi tidak dengan sikap ku! (terdiam
sejenak dan kembali tersenyum).
Aku tidak boleh
menyalahkan mereka, akulah yang salah. Ya salah menjadi aku yang seperti ini,
menjadi aku yang? Aah sudahlah….kalau pas begini, Aku jadi teringat dengan
seorang lelaki, dia telah memiliki istri dan anak, kami tidak memiliki hubungan
ataupun pertalian darah, bukan saudara namun aku merasa memiliki saudara
lelaki, abang. Dia selalu mengingatkan aku, untuk terus semangat, bersabar, dia
selalu berusaha membantu ketika aku membutuhkan apapun, meskipun dia bukan
orang yang berkecukupan, bukan orang kaya dan bergelimpang harta. Ada suatu
masa, emosi ku tidak stabil, penuh amarah.
Tidak semua
orang mau mendengar cerita kita, masalah kita. Tapi dia dengan tenang
menghadapi ku, menasehati, terus menguatkan agar berpikir ke depan. Dia tak
pernah capek menghadapi aku yang terkadang hilang timbul, terkadang ada kabar,
terkadang begitu lama aku tak berkabar kepadanya. Tapi mengapa selama aku
mengenalnya, selalu saja beberapa pria yang akan menjalin hubungan pacar pada
akhirnya putus karena cemburu padanya.
Aku suka heran,
kenapa harus cemburu dengan abang? Mereka sudah aku jelaskan berulang kali,
bahwa di kota ini aku sendirian jauh dari kota kelahiran, jauh dari orang tua
dan saudara ku. Hanya ada teman-teman perempuan yang peduli aku, dan abang ini.
Dia menjadi tempat ku berkeluh kesah, tempat ku bertanya, dia paham betul
bagaimana menghadapi aku! Menenangkan aku, lewat kata-kata. Kata-kata yang dia
lontarkan, menjadi upaya terbaiknya meredakan, mencairkan suasana pikiran ku
yang tak menentu. Kenapa harus cemburu dengan abang? Kami bahkan sangat jarang
berjumpa, sangat jarang bercerita secara langsung, hanya melalui alat
komunikasi! Kalian semua aneh. Oh ya, aku tidak boleh menyalahkan mereka, aku
yang salah.
(berpikir) rasanya tidak
salah, berteman dengan siapapun, di kota ini aku jauh dari keluarga, teman
sekolah ku dulu, jauh dari teman sepermainan ku dan wajar juga jika aku dekat
selain perempuan. Iya lelaki, tetapi kan sama abang ini aku tidak ada hubungan
spesial, dia bagaikan abang untuk tempat ku berlindung, kalian saja yang tidak
memahami, otak kalian yang rusak bangsat!!! (marah lalu mengenang masa lalu)
Setelah melewati masa sekolah SMP yang rumit, Dulu aku punya teman, saat
bersekolah setelah di kelas dua menengah atas atau SMA, namanya sebut saja
Lena. Kami bersahabat, aku mendapat keluarga baru, dapat keluarga lain. Kami
berdua bersahabat sangat dekat, luar dalam kami saling mengenal dan yang paling
aku ingat, kami jualan Es Teh di pasar (tiba-tiba sedih) aku tak sanggup
melanjutkan cerita ini.
KEMBALI TERDENGAR SUARA TANGISAN BAYI
Bayi siapa yang
terus menangis di telinga ku!? bayi siapa? Diamkan dia, tolong diamkan dia, aku
muak sudah mendengarnya! Kesalahan apa yang aku lakukan? Hukuman apa yang
sedang aku terima atas tangis bayi itu? Aku terlahir dengan tangis yang tak
diinginkan bahkan sejak dari kandungan, ya aku anak kedua dari empat
bersaudara. Saat dewasa cerita mengejutkan aku ketahui akhirnya, saat ibu
hamil, dia di vonis dokter menderita sipilis. Dia harus konsumsi obat yang
tentunya pasti bakal berefek samping buat janin. Sampai-sampai saat lahir,
perawat jijik melihat aku. Aku gerah, aku aku sakit hati saat ibu
menceritakannya berulang-ulang.
Aku sungguh
sakit hati, sakit hati ku semakin membesar, aku telah mendapati luka luar
dalam, luka setelah bahkan sebelum aku lahir atas apa yang dijalani ibu. Tuhan
andaikan aku bisa gantiin posisi Ibu! Ibu cerita panjang lebar tapi karena aku
tak sanggup, aku selalu bilang “Sudah Ibu, aku tak sanggup!” dan itu sekilas
seperti aku menyalahkan ibu, walaupun di dalam hati ku sadar ibu adalah korban
dan aku juga korban. Aku selalu hentikan pembicaraan sambil marah “Sudah ibu!”
Padahal aku yang tidak sanggup dengar cerita itu, aku menyagi mu ibu.
Ibu cerita
karena aku juga yang menyebabkannya, Aku punya masalah dengan gigi, dokter
bilang itu sejak dari masa kandungan. Lantas sejak itu aku korek-korek dari ibu
gimana ceritanya aku sejak dalam kandungan? Tapi yang aku dapat cerita yang aku
sendiri tidak mau bahkan tidak sanggup menerimanya.
Setelah 3 sampai
4 tahun dengar celotehan ibu yang saat hamil, aku sadar ini adalah karma. Waktu
aku lahir entah berapa bulan usia ku, aku dititipkan ke nenek dan kakek. Tidak
hanya aku tapi juga kakak, saat masuk ke taman kanak-kanak aku sama Ibu dan Ayah,
sedangkan Kakak tetap sama kakek dan nenek. Barulah saat sekolah dasar kami
tinggal bersama Orang tua. Aku masuk sekolah dasar bersamaan dengan kakak,
situasi berjalan lancar. Ya lancar, menurut penilaian dan seingat aku. Ibu dan
Ayah bekerja, aku bersama kakak dititipkan ke orang tapi kelakuan kami mencuri
dan kakak mengajari aku caranya. Aku tidak mau menyalahkan kakak, karena bagi
aku dia adalah kakak perempuan terbaik yang pernah ada, cara dia mengajari
anak-anaknya, cara dia mengancamku. Dia adalah kakak terbaik yang pernah
kumiliki dan aku sangat mencintainya.
Dari kecil aku
tidak mendapatkan masa kecil yang penuh canda dan tawa, acapkali aku mendapat
sesuatu, mendapat hukuman dari Ayah di luar nalar anak seumur ku saat itu. Aku
ingat betul merasakan sendiri di lorong makan saos, duduk di depan teras rumah
tidak pakai baju, jalan keliling komplek tidak pakai baju. Kalau tidak bisa
selesaikan tugas dari sekolah ataupun tugas yang dia kasih, neraka kecil bagi
aku dan kakak, terpaksa kami alami. Aku disuruh sundut rokok ke kakak ku atau
sebaliknya. Pernah suatu saat lupa mematikan listrik mesin air, pulang dari
bermain sampai di rumah, tangan aku ditempelin ke mesin air yang panas sampai
melepuh (sembari sedih dan menangis).
Lalu aku tanpa
sengaja, karena sedang bermain-main melangkahi perut ibu ku yang sedang hamil,
aku hanyalah anak-anak tidak mengerti, hanyalah anak-anak yang tidak memahami
itu salah. Lantas dia marah, aku dihukum kepala dibawah mirip orang sedang push
up namun kaki keatas kayak stand up sampai darah mengalir dari
hidung aku. Sampai sekarang aku mendapati akibat itu semua, aku kira sinusitis
tapi gara-gara perlakuan dia belasan tahun lalu (berteriak) Aku salah
apa! Sedikit kesalahan saja buat kami terluka batin, (marah) haruskah
aku berkata kasar atas trauma sepanjang hidup ku, berkata makian pada dia yang
aku sebut Ayah! (sembari menunduk) Aku malu akan apa yang terjadi sama
keluarga ku. Aku tidak boleh menyalahkan mereka, akulah yang salah, kenapa aku
terlahir ke dunia!
Belasan tahun
aku lepas obat karena dukungan orang-orang disekeliling ku, orang-orang yang
mengenal, orang lain, orang asing. Mereka seperti pohon akulah daunnya, mereka
bukan keluarga ku, bukan saudara ku ketika aku coba menjauh? Aku tidak bisa
mengontrol diri ku. Sementara untuk pulang ke rumah, trauma itu menjadi paling
menakutkan (menghadap cermin) Kalau ini adalah karma, kenapa dulu engkau
tega menghamili perempuan itu, perempuan lemah, perempuan yang juga terlahir
tidak sempurna, perempuan yang harusnya kau lindungi. Dia bukan istri mu,
engkau telah berbuat dosa! kenapa karma itu, dosa itu harus ku reguk saat ini,
harus ke telan seumur hidup ku. Aku bagai daun yang gugur ke bumi sebelum
mengering
(sembari
menunjuk) Taukah engkau Aku sakit, sakit yang aku rasakan sejak aku terlahir. Tapi
engkau selalu bilang penyakit ini dibuat-buat sendiri! Siapa yang mau sakit,
siapa yang mau bergugur seperti daun kering. Engkau adalah pohon ku, mengapa
menjadi angin? Siapa yang mau punya penyakit mental! (menangis)
SUARA TANGISAN
BAYI
(melihat ke
setiap cermin sembari berlari-lari) Ayah, aku anak mu! Aku anak
mu! Aku anak mu! Aku anak mu! (ketakutan sembari melihat cermin) Sampai
kapanpun aku ini adalah anak mu, mengalir darah mu di tubuh ku, aku dititipkan
Tuhan kepada mu. Takkan pernah daun jatuh ke bumi menyimpan dendam pada angin
yang bertiup. dengarkan aku, Aku ingin Pulang!
FADE
OUT
T A M A T
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom