Pers Indonesia Genting: Kekerasan dan PHK Jurnalis Meningkat!
BICARA NASIONAL - Kondisi pers di Indonesia lagi genting. Tindak kekerasan terhadap jurnalis atau wartawan terus terjadi bahkan kasusnya makin meningkat. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri media massa kian menjadi-jadi. Negara harus segera menyelamatkan pers!
Dewan Pers mencatat PHK di industri media melonjak sejak 2023 hingga 2024. Setidaknya 1.200 jurnalis dan karyawan media terdampak kebijakan itu. Angka tersebut bisa saja lebih besar karena tidak semua perusahaan media melaporkan secara resmi PHK terhadap karyawannya.
Hingga Mei 2025, setidaknya ada beberapa perusahaan media yang melakukan PHK massal karyawan, yakni MNC Group, CNN Indonesia, Kompas TV, TVOne, ANTV, MDTV (NET TV), SEA Today, dan Republika.
Kenapa PHK Massal Terjadi di Industri Media?
Salah satu penyebab PHK massal di industri media adalah menurunnya pendapatan perusahaan akibat maraknya platform digital dan media sosial.
“Berkurangnya nilai iklan di media berdampak besar pada perusahaan. Sebab, penerimaan terbesar perusahaan media saat ini masih berasal dari iklan," kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu saat peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/5/2025).
Kebijakan pemerintah dalam efisiensi anggaran makin memperburuk keadaan, karena belanja iklan dipangkas sehingga berdampak langsung kepada pada pendapatan perusahaan media.
Banyak perusahaan media selama ini sangat bergantung pada pendapatan iklan, terutama dari pemerintah. Tetapi, era digital selama ini industri media mainstream juga harus berebut ceruk iklan dengan platform media sosial.
Dahulu, banyak perusahaan, instansi swasta, dan pemerintah mengandalkan media konvensional, seperti koran, majalah, televisi, radio, dan media elektronik lainnya untuk beriklan. Tetapi kehadiran media sosial mengalihkan kebiasaan itu.
Perubahan preferensi dan munculnya berbagai konten digital membuat media tradisional kesulitan menarik perhatian iklan sehingga pendapatanya anjlok.
Efisiensi Anggaran Bikin Industri Media Menderita
Pemerintah seharusnya bisa membuat kebijakan untuk melindungi keberlangsungan hidup bisnis industri media massa yang selama ini berperan besar dalam pembangunan dan mengedukasi bangsa. Tetapi nyatanya negara masih abai.
Terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 yeng membuat pemerintah pusat hingga daerah membabat belanja iklan, membuat industri media makin menderita.
Bukan itu saja, sikap pemerintah yang kerap lebih memilih membayar jasa influencer bahkan buzzer untuk mengkampanye dan sosialisasi kebijakan membuat industri media makin kelabakan.
Stop Bayar Influencer, Pemerintah Harus Perhatikan Media!
Seharusnya anggaran iklan pemerintah dialihkan ke media massa sebagai bentuk afirmasi dalam menyelamatkan industri pers dari gelombang PHK.
“Pemerintah seharusnya tidak membayar influencer, melainkan menempatkan iklan mereka di media massa,” kata Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Bayu Wardhana kepada Beritasatu.com, Minggu (11/5/2025).
Pemerintah harusnya lebih memilih melindungi pers dan memerhatikan keberlangsungan hidup media massa sebagai pilar keempat demokrasi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 menjamin kehidupan pers di Tanah Air.
“Tidak adil jika anggaran komunikasi publik hanya diberikan ke influencer, sedangkan media diabaikan,” tandas Bayu.
Anggota Komisi I DPR Junico Bisuk Partahi Siahaan atau Nico Siahaan mengatakan gelombang PHK massal di industri media saat ini dampak dari perubahan pola belanja iklan pemerintah.
“Belanja iklan pemerintah pada media konvensional yang berubah jadi faktor utama membuat media jadi semakin terpinggirkan,” katanya.
Menurutnya, pemerintah harus membuat kebijakan afirmatif untuk mendukung keberlangsungan industri media.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah menilai selama ini pemerintah tidak serius melindungi keberlangsungan industri media, terutama dalam hal perlindungan ekosistem bisnis media.
“Pemerintah sendiri terlihat kurang optimal dalam memberikan perhatian. Bahkan, terkadang cenderung abai,” katanya.
Menurut Trubus, Kementerian Komunikasi dan Digital seharusnya berperan aktif merancang strategi kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri media. Tetapi, sayangnya industri media malah dibiarkan terus bergantung pada pendapatan iklan yang kini semakin tersaingi oleh platform digital.
Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat
Selain PHK massal di industri media, jurnalis di Tanah Air saat ini masih terancam dengan tindak kekerasan. Negara sampai sekarang tidak mampu memberi perlindungan penuh terhadap jurnalis sehingga membuat angka kekerasan terus meningkat.
“Serangan terhadap kebebasan pers terus meningkat. Yang terakhir, bahkan saat meliput aksi Hari Buruh 1 Mei kemarin, sejumlah jurnalis di beberapa daerah yang tengah melaksanakan tugas jurnalistiknya juga mengalami serangan,” kata Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida.
AJI Indonesia mencatat hingga 3 Mei 2025, sedikitnya terdapat 38 kasus kekerasan menimpa jurnalis. Awal bulan ini saja ada kasus kekerasan jurnalis terjadi dalam dua hari. Sedangka pada April 2025, tercatat delapan kasus. Sedangkan pada Maret lalu, ada 14 kasus.
Temuan yang terdata di awal 2025 tersebut selaras dengan hasil studi AJI pada Maret 2025 yang menunjukkan 75,1% jurnalis di Indonesia pernah mengalami kekerasan, baik fisik maupun digital. Laporan ini didasarkan survei terhadap 2.020 jurnalis di Indonesia.
Sementara itu, selama Januari hingga Desember 2024, AJI mencatat ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis terjadi. Pelaku kekerasan paling banyak dilakukan oleh polisi, disusul TNI. Peringkat ketiga diduduki ormas, kemudian pegawai perusahaan, aparat pemerintah hingga pejabat legislatif.
“Kebebasan pers di Indonesia terus memburuk dan masa depan jurnalisme independen makin mencemaskan,” kata Nany.
Meningkatnya angka kekerasan terhadap jurnalis salah satunya terjadi karena adanya pembiaran. Sama halnya dengan PHK massal yang melanda industri media massa. Dalam situasi genting ini, negara harus bersikap tegas melindungi pers dari segala ancaman.
Sumber: beritasatu.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom