Ular Bodoh Papua, Tipikal Pendiam yang Mematikan
BICARA LINGKUNGAN - Di tengah belantara Papua yang kaya akan keanekaragaman hayati, tersembunyi seekor reptil mematikan yang secara kontradiktif dijuluki “ular bodoh” oleh masyarakat setempat. Ular bodoh merupakan jenis berbisa, sekeluarga dengan kobra dan welang. Nama ilmiahnya Acanthophis sp dan secara global disebut Death Adder, yang hanya ditemukan di Papua dan Australia.
Death Adder memiliki morfologi bertubuh pendek dan gemuk,dengan garis-garis merah, cokelat, dan hitam dengan perut abu- abu, krem, atau merah muda. Kepala berbentuk kapak, sisik-sisik di atas kepala berukuran kecil, mata memiliki pupil vertikal, dan taring berukuran panjang. Ular ini diketahui dapat mencapai panjang tubuh 40-70 sentimeter.
Hari Suroto, peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, mengatakan masyarakat Papua sangat berhati-hati jika menjumpai tumpukan daun lembab, sebab ular tersebut biasanya menyukai tempat seperti ini.
Namun kebiasaan orang Papua jika melihat ular bodoh, mereka tidak menyebut awas ada ular, tetapi mengatakan ke teman di sampingnya hati-hati ada tali. Hal ini bertujuan agar rombongan tidak panik dan tetap tenang.
“Ketika di rerumputan atau tempat lembab, jenis ini terlihat diam. Bahkan, ketika kita sentuh dengan kayu atau dengan benda lain, dia memilih diam. Itulah alasan dinamakan ular bodoh,” kata Hari Suroto kepada Mongabay Indonesia pertengahan Mei 2025.

Tidak seperti kebanyakan ular berbisa Papua yang secara aktif mencari mangsa, ular ini berdiam diri di satu tempat dan menunggu mangsa mendatanginya. Berkat warna tubuhnya, ia sangat ahli berkamuflase. Bersembunyi di bawah serasah daun dan potongan ranting atau batang kayu kering di hutan, semak belukar, dan padang rumput.
Reptil ini memiliki ekor berbentuk seperti cacing yang fungsinya memancing mangsa agar tidak takut mendekat. Biasanya, menutupi tubuhnya dengan daun, membuat tidak terlihat mencolok dan melingkar untuk menyergap.
Ketika seekor hewan mendekat untuk menyelidiki gerakan ekornya, ia segera menyerang dengan menyuntikkan racun, lalu menunggu korbannya mati sebelum memakannya.

Jenis ular mematikan
Pada Juli 2019, seorang anggota Brimob Satgas Amole yang tergabung dalam pengamanan objek vital nasional, meninggal digigit ular saat bersantai di Kali Iwaka, Timika, Papua. Menurut keterangan Jessik Kukuh dari Reptile Rescue Timika, jenis yang menggigit adalah Death adder.
“Jenis ini memiliki tingkat bisa tinggi. Kebanyakan, korban gigitan berujung fatal atau kematian,” kata Jessik, dikutip dari Kumparannews.
Death Adder merupakan ular paling berbisa di dunia dengan gaya serangan tercepat, kurang dari 0,13 detik, dan gerakannya sulit ditebak. Menurut Hari Suroto, ketika ular terinjak kaki, saat itulah gigi beracunnya masuk ke pembuluh darah dan menyemprotkan bisa mematikan. Penanganan pertama dari korban gigitan ular ini adalah imobilisasi atau memperkecil gerakan bagian tubuh yang terkena gigitan.
Penanganan yang salah, seperti memijat bagian tubuh yang tergigit dengan tujuan mengeluarkan bisa dipastikan hanya akan memperparah keadaan. Penanganan yang salah terhadap orang yang pertama kali digigit Death Adder dapat menyebabkan korban masuk ke fase yang membuat organ tubuh rusak, yang membutuhkan antivenom.
“Hingga saat ini, penawar atau antivenom bisa Death Adder belum tersedia atau dibuat di Indonesia. Hanya diproduksi di Australia yaitu CSL Death Adder antivenom saucsl07. Harga serum ini sekitar Rp80 juta untuk dosis satu vial,” ungkap Hari.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Plos One, membahas mendalam Death Adder secara morfologi, reproduksi, dan pola makannya. Death Adder cenderung diam dan tidak melarikan diri, perilaku ini sangat berbeda dengan ular berbisa lain yang lebih agresif atau cepat menghindar.
“Ular ini memiliki ciri khas tubuh tebal dan kepala lebih besar, menyerupai viper, meskipun sebenarnya termasuk dalam famili Elapidae. Mereka dikenal dengan mode berburu penyergapan (ambush foraging), berbeda dari kebanyakan elapid lain yang cenderung lebih aktif dalam mencari mangsa.”
Dijelaskan lagi, Death Adder dapat memangsa hewan yang bergerak cepat dan aktif seperti hewan berdarah panas (endoterm) dan kadal besar yang aktif di siang hari. Kemampuan berburu dengan menyergap ini adalah kunci keberhasilan mereka dalam menyergap mangsa yang sulit ditangkap.
“Meskipun semua spesies Acanthophis secara umum bertubuh lebih berat dan berkepala lebih besar dari kebanyakan ular elapid lain, terdapat variasi signifikan dalam ciri-ciri morfologisnya, di antara berbagai kelompok Death Adder itu sendiri,” tulis para peneliti.
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom