4 Tambang Nikel di Raja Ampat, Dalang Kehancuran Pariwisata Papua Barat
BICARA NASIONAL - Polemik penambangan Nikel pada pusat ekosistem pariwisata di wilayah Raja Ampat, Papua Barat jadi isu yang hangat diperbincangkan dikalangan masyarakat umum khususnya masyarakat Papua.
Karena pada 3 Juni 2025, aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat pemuda Papua dari Raja Ampat sudah melakukan aksi damai dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta, terkait penambangan nikel di wilayah raja Ampat.
Dalam aksi tersebut, mereka membentangkan spanduk saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menyampaikan sambutan, menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak buruk aktivitas tambang nikel di Raja Ampat terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
Dampak Lingkungan yang Mengkhawatirkan
Diketahui bahwa Greenpeace Indonesia mengatakan bahwa sejak tahun lalu, lembaganya sudah menemukan pelanggaran aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Eksploitasi nikel di tiga pulau itu membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas. Selain itu, beberapa dokumentasi menunjukkan terjadinya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir, yang berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat .
Empat Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terdapat empat perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat:
1. PT Gag Nikel: Anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang beroperasi di Pulau Gag. Perusahaan ini telah mengantongi IUP dan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan.
2. PT Anugerah Surya Pratama: Perusahaan penanaman modal asing (PMA) milik Wanxiang Group asal China, beroperasi di Pulau Waigeo dan Manuran .
3. PT Mulia Raymond Perkasa: Beroperasi di Pulau Batang Pele, namun ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya .
4. PT Kawei Sejahtera Mining: Beroperasi di Pulau Kawe, namun terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektar.
Tindakan Pemerintah
Adapun langkah pemerintah dalam menyikapi persoalan tersebut melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengambil keputusan untuk menghentikan sementara operasi produksi PT Gag Nikel di Raja Ampat menyusul dugaan kerusakan ekosistem akibat aktivitas penambangan nikel.
Tak hanya itu saja, pihak KLHK juga memberikan sanksi administratif kepada empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat karena terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.
Seruan untuk Perlindungan Raja Ampat
Greenpeace Indonesia menyerukan tiga hal utama:
1. Evaluasi dan cabut izin tambang nikel di Raja Ampat.
2. Tinjau ulang kebijakan industrialisasi nikel di Indonesia.
3. Berhenti membuat masyarakat menderita karena kebijakan industrialisasi nikel.
(*/Dari Berbagai Sumber)
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom