Wednesday, June 25, 2025

Tahun-Tahun Lebih Panas Akan Terus Terjadi


BICARA PERISTIWA
Salju di Puncak Jaya, Papua diprediksi akan hilang sepenuhnya sebelum 2026. Ini menjadi gletser tropis di Indonesia satu-satunya yang terancam punah. Laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memprediksi suhu panas akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan (2025-2029).

Laporan WMO memperkirakan kenaikan suhu dalam 5 tahun mendatang mengalami kenaikan antara 1,2-1,9 °C. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata tahun pra industri (1850-1900). Prediksi ini juga melebihi kenaikan suhu pada 2024.

Pada 2024 menjadi tahun terhangat dengan suhu permukaan rata-rata mencapai 1,55 °C. Berdasarkan Perjanjian Paris, negara anggota sepakat menahan peningkatan suhu rata-rata di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri dan membatasi peningkatan suhu hanya 1,5°C.

Kebakaran rawa gambut menyumbang emisi global. Kebakaran terjadi akibat eksploitasi perkebunan dan pertanian. Foto: Humaidy Kenedy/Mongabay Indonesia

“Kita baru saja mengalami sepuluh tahun terhangat yang pernah tercatat. Sayangnya, laporan WMO ini tidak memberikan tanda-tanda perubahan dalam beberapa tahun mendatang,” kata Wakil Sekretaris Jenderal WMO Ko Barrett.

Hal ini, kata Barrett, mampu berdampak negatif yang semakin besar pada ekonomi, kehidupan sehari-hari, ekosistem, dan pembangunan berkelanjutan. Para peneliti menyebutkan ada 80% kemungkinan satu dari lima tahun ke depan memiliki suhu lebih hangat daripada tahun 2024.

Selain itu, ada perkiraan 86% setidaknya bumi akan mengalami kenaikan suhu lebih dari 1,5°C, di atas rata-rata tahun 1850-1900. Ada 70% peluang bahwa pemanasan rata-rata lima tahun ke depan akan lebih dari 1,5°C.

“Angka tersebut naik dari 47% pada laporan tahun 2024 (periode 2024-2028) dan naik 32% pada laporan tahun 2023 (periode 2023-2027),” ungkap laporan tersebut.


 

Wilayah Pesisir dan Hilangnya Salju Tropis

Salju di Puncak Jaya, Papua terancam punah sebelum tahun 2026. Foto : tangkapan layar Youtube Info BMKG

Menurut Indeks Risiko INFORM 2023, Indonesia telah menduduki peringkat sepertiga teratas negara yang paling berisiko terhadap bahaya iklim (ke-48 dari 191), termasuk banjir, kekeringan, dan gelombang panas. Celeste Saulo, Sekretaris Jenderal WMO menyebutkan tahun 2024 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat di wilayah Pasifik Barat Daya.

Dampaknya, terjadi kenaikan permukaan air laut dan mengancam populasi yang berada di wilayah pesisir. Setidaknya lebih dari 10% dari luas permukaan laut global, hampir seukuran benua Asia atau empat kali ukuran Eropa dan Amerika Serikat terdampak gelombang panas laut.

Bahkan studi terbaru tersebut menyebut gletser tropis di Indonesia menuju kepunahan. Padahal hilangnya gletser gunung berkontribusi pada kenaikan permukaan laut. Ini bisa mempengaruhi sumber daya air pada musim kemarau dan memicu bencana.

Siswa SD N Purworejo 1 melewati gundukan tanah di tengah lapangan yang tergenang banjir rob. Foto: Adam Khatamy/ Mongabay Indonesia

“Panas laut dan pengasaman air laut dikombinasikan untuk menimbulkan kerusakan jangka panjang pada ekosistem laut dan ekonomi. Kenaikan permukaan laut merupakan ancaman eksistensial bagi seluruh negara kepulauan. Semakin jelas bahwa kita semakin kehabisan waktu untuk membalikkan keadaan,” kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo.

Bila kondisi laut terus memanas dan dibiarkan, dampak paling terlihat adalah pemutihan terumbu karang. Bila terumbu karang mati, ikan-ikan yang hidupnya tergantung pada terumbu karang juga terancam. Sehingga keanekaragaman hayati laut bisa hilang.

Lijing Cheng dari Institute of Atmospheric Physics di Chinese Academy of Sciences menyebutkan lautan yang menghangat tidak hanya di permukaannya saja tetapi sampai kedalaman 2000 meter. Fenomena ini merupakan akumulasi dari pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca dan fenomena El Nino 2023-2024.


 

Melebihi Ambang Batas

Gletser Kiamat, Doomsday Glacier | Sumber foto: NASA CC BY-NC 2.0 DEED

Besaran dan kecepatan kehilangan gletser dipercepat dengan peningkatan suhu global. Studi terbaru menyebutkan kenaikan suhu yang melebihi ambang batas ini, diperlukan penghilangan karbon dalam jumlah besar agar suhu global bisa kembali turun di bawah 1,5°C dalam jangka panjang.

“Bahkan jika suhu global kembali pada target awal, suhu di tingkat regional mungkin tidak ikut kembali. Besaran dan durasi dari kelebihan ambang batas ini sangat penting,” tulis penelitian Perubahan Gletser yang Tak Dapat Berubah dan Palung Air Selama Berabad-abad Setelah melampaui 1,5 °C.

Bahkan situasi ini, katanya, bisa menyebabkan perubahan gletser yang tidak dapat kembali. Meski ada potensi gletser bisa tumbuh kembali jika iklim lokal dan karakteristik mendukung.

Wajah Pulau Wawonii yang telah dibuka untuk tambang nikel PT GKP. Foto: Dokumen warga.

“Salah satu tantangan dalam mengukur dampak kelebihan ambang batas adalah kurangnya proyeksi iklim yang memadai,” ujar peneliti dalam studi tersebut.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal WMO Ko Barrett menyebutkan pemantauan dan prediksi iklim diharapkan bisa menyediakan alat dan informasi berbasis sains bagi para pembuat keputusan guna membantu dalam upaya adaptasi.

Pasalnya tiap penambahan satu derajat akan mendorong gelombang panas yang lebih berbahaya. Seperti, curah hujan ekstrem, kekeringan, mencairnya lapisan es dan gletser, memanasnya lautan hingga naiknya permukaan air laut.


Sumber: Mongabay.co.id


Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
Bisnis Klik Tautan Ini: PEMASANGAN IKLAN


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram


Peringatan Penting!
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin informasi/berita/konten/artikel, namun dengan mencantumkan sumber bicarajambi.com