JCF 2025: Koreografer Aceh dan Mentawai-Sumatera barat
BICARA PANGGUNG - Jambi Cultural Festival (JCF) akan diikuti oleh 4 Koreografer berbakat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Sumatera Barat, Jambi dan Lampung.
Bade-Aceh
Bade menyesaikan SI di ISBI Aceh dan Magister seni di ISI Surakarta minat penciptaan, pria Aceh yang pamiliar dengan sebutan Bade ini akan membawa sebuah karya tari yang terinspirasi dari hubungan emosional dirinya dengan kampung halamannya.
Jali-Mentawai, Sumatera Barat
'Jali' begitu pria Mentawai ini di panggil, baru saja melaksanakan ujian Akhir di ISI Padangpanjang provinsi Sumatera Barat, minat penciptaan Tari. Jali akan membawakan sebuah keresahan yang ada didaerahnya.
Jambi Cultural Festival (JCF) 2025 bertema 'Suku Pedalaman Harmoni Alam' akan berlangsung pada 26-28 September 2025 di Gedung Teater Arena, Taman Budaya Jambi.
Jambi Cultural Festival digagas oleh Asosiasi koreografer muda Jambi, merupakan Asosiasi yang terdiri dari koreografer profesional, produser, dan akademisi yang bersinergi membangun ekosistem seni yang mapan.
Kegiatan yang didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Jambi melalui UPTD Taman Budaya Jambi ini akan diikuti oleh 4 Koreografer berbakat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Sumatera Barat, Jambi dan Lampung.
Tim kerja JCF 2025, Selain IcaLago selaku Manager produksi, Mugi Ari Saputra selaku Direktur Festival, Sedangkan Mentor karya: Wulanjani dan Raflesia, pengawas: Herman, sekretaris: Zihan, Bendahara: Monic, dan Konsultan: Dr. Sri Purnama Syam, S. St., M. Sn (Kepala Taman Budaya Jambi).
Latar belakan JCF 2025 ialah Provinsi Jambi, dengan kekayaan alam dan budayanya yang melimpah, tidak luput dari tantangan ini. Hutan tropis dan sungai-sungai yang menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat kini menghadapi ancaman serius akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali.
Deforestasi, kebakaran hutan, dan polusi sungai telah menjadi masalah akut di Jambi. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa Jambi kehilangan ribuan hektar hutan setiap tahun akibat alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Kebakaran hutan dan lahan, terutama selama musim kemarau, tidak hanya merusak ekosistem tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat akibat kabut asap. Sungai Batanghari, sungai terpanjang di Sumatera, juga mengalami pencemaran berat akibat limbah industri dan sampah domestik, mengancam ekosistem perairan dan kehidupan masyarakat yang bergantung padanya.
Di sisi budaya, suku-suku pedalaman Jambi, seperti Suku Anak Dalam (Orang Rimba), memiliki kearifan lokal yang luar biasa dalam menjaga alam. Namun, budaya mereka terancam punah akibat modernisasi dan minimnya upaya pelestarian. Generasi muda semakin terpisah dari akar budaya mereka karena kurangnya edukasi dan ruang untuk mempelajari warisan leluhur. Aktivitas perkebunan dan pertambangan yang seringkali mengabaikan hak-hak adat suku pedalaman juga menyebabkan konflik sosial dan hilangnya kearifan lokal dalam menjaga alam.
Dalam konteks inilah, “Jambi Cultural Fest 2025” hadir sebagai sebuah gerakan kolektif yang menggabungkan upaya pelestarian lingkungan dan budaya. Festival ini dirancang untuk menjadi platform solutif yang tidak hanya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem hutan dan perairan, tetapi juga memberikan ruang bagi suku pedalaman untuk mempromosikan dan melestarikan budaya mereka. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan, LSM, dan masyarakat, festival ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang kuat untuk bersama-sama menciptakan solusi berkelanjutan. (*/HN)
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom

.jpeg)

.jpeg)