Ular Naga Berbulu dari Pedalaman Afrika yang Bersembunyi di Balik Lumut
BICARA LINGKUNGAN - Di hutan hujan Afrika Tengah, hidup seekor ular kecil dengan penampilan yang menipu mata. Sisiknya berdiri seperti duri halus, tubuhnya ramping, dan matanya berkilat tajam di bawah bayangan daun basah. Banyak orang menyebutnya “ular naga berbulu dari pedalaman Afrika” karena bentuknya mirip naga kecil berselimut rambut. Namun hewan ini bukan makhluk legenda. Ia adalah ular Atheris hispida, spesies nyata dengan kemampuan kamuflase yang luar biasa di tengah vegetasi tropis.
Ular ini dikenal juga sebagai Ular Belukar Berbulu. Julukan “berbulu” muncul karena sisiknya yang menonjol dan berdiri, menciptakan ilusi seperti rambut atau bulu halus di seluruh tubuh. Penampilan unik ini bukan kebetulan, melainkan hasil adaptasi evolusioner yang membantu ular menyatu dengan habitat lembap dan berlumut. Bagi peneliti herpetologi, ular Atheris hispida adalah salah satu contoh luar biasa bagaimana bentuk ekstrem bisa menjadi alat bertahan hidup yang efektif.

Ular ini bukan pemburu cepat atau agresif. Ia mengandalkan kesabaran dan kemampuan bersembunyi sempurna. Berjam-jam ia melingkar di ranting atau batang pohon kecil, menunggu mangsa lewat. Dalam diam, ia menunjukkan cara alam menciptakan keseimbangan antara keindahan dan strategi bertahan hidup. Untuk memahami rahasianya, kita perlu melihat lebih dekat kehidupan tersembunyi di balik lumut tempat ular ini berdiam.
Baca juga: Dari Tanduk Hingga Tentakel: Ular-Ular dengan Penampilan Paling Aneh
Struktur Sisik dan Kemampuan Kamuflase
Secara ilmiah, ular Atheris hispida termasuk keluarga Viperidae dan genus Atheris, kelompok ular berbisa yang hidup di pohon-pohon Afrika. Tubuhnya ramping, dengan panjang sekitar 60 hingga 75 sentimeter, kepala lebar berbentuk segitiga khas ular berbisa, serta mata besar dengan pupil vertikal.
Keunikan utamanya terletak pada sisik dorsal (punggung) yang memiliki struktur lunas tajam. Setiap sisik berdiri tegak dan menciptakan tampilan seperti duri halus. Ketika berdiam di antara lumut atau ranting bertekstur kasar, sisik-sisik itu memecah siluet tubuhnya, membuatnya hampir tak terlihat. Warna tubuhnya bervariasi dari hijau cerah hingga cokelat zaitun, kuning keemasan, bahkan biru kehitaman, menyesuaikan dengan lingkungan tempatnya hidup.

Lingkungan berlumut memberi keuntungan besar bagi ular ini. Lumut tumbuh di tempat yang lembap dan teduh—dua kondisi yang ideal bagi spesies arboreal seperti Atheris hispida. Kelembapan tinggi membantu menjaga kulit ular tetap lentur dan mendukung proses pergantian sisik. Selain itu, lapisan lumut menciptakan suhu mikro yang stabil, membuat ular ini bisa beristirahat tanpa kehilangan terlalu banyak cairan tubuh di udara yang panas atau kering.
Bagi ular ini, lumut juga berfungsi sebagai tempat penyamaran dan sumber makanan tidak langsung. Di antara lumut banyak hidup serangga, amfibi kecil, dan kadal yang menjadi mangsanya. Warna tubuh ular Atheris hispida yang menyerupai lumut membuatnya bisa menunggu mangsa tanpa terdeteksi. Tekstur sisik berdurinya bahkan memantulkan cahaya seperti permukaan lumut, membuatnya tampak seperti bagian dari batang atau daun basah di sekitarnya.
Sebagai predator penyergap, ular ini jarang bergerak jauh. Ia menunggu mangsa seperti tikus kecil, kadal, atau katak melintas di dekatnya. Serangannya cepat dan presisi. Racunnya bersifat hemotoksik, menyerang sistem darah dan jaringan. Pada manusia, gigitan bisa menyebabkan nyeri dan pembengkakan, tetapi jarang berakibat fatal. Ular ini cenderung pasif dan hidup di daerah terpencil, sehingga jarang menimbulkan konflik dengan manusia.
Baca juga: Apakah Ular Bermunculan Saat Musim Hujan?
Penelitian dan Ancaman di Habitat Alaminya
Pengetahuan ilmiah tentang ular Atheris hispida masih terbatas karena habitatnya sulit dijangkau. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jelmer Groen dan tim pada 2019 menemukan spesimen baru di Distrik Mityana, Uganda. Temuan ini memperluas catatan sebaran geografis dan menegaskan bahwa populasi ular ini kemungkinan lebih luas dari yang diketahui sebelumnya. Namun data tentang ukuran populasi dan kebiasaannya di alam masih minim.
Para ahli menduga bahwa sisik berduri bukan hanya alat kamuflase, tetapi juga membantu ular mempertahankan kelembapan di lingkungan berangin dan licin. Bentuk sisik ini mungkin juga memberi cengkeraman tambahan saat ular bergerak di ranting berlumut. Adaptasi semacam ini menunjukkan tingkat spesialisasi ekologis yang tinggi.

Menurut Daftar Merah IUCN (2021), ular Atheris hispida berstatus “Risiko Rendah (Least Concern)”, tetapi ancaman terhadap spesies ini tetap nyata. Deforestasi dan perdagangan hewan eksotis menjadi masalah utama. Penebangan hutan untuk pertanian dan pembalakan liar terus mempersempit wilayah jelajah ular ini. Hilangnya pepohonan berarti berkurangnya tempat berlindung dan berburu.
Selain itu, penampilan eksotisnya membuat ular ini diminati kolektor hewan peliharaan di pasar internasional. Banyak individu ditangkap dari alam liar tanpa pengawasan, padahal ular ini bereproduksi lambat dan memiliki jangkauan habitat terbatas. Kombinasi dua faktor ini bisa mempercepat penurunan populasi di beberapa wilayah.
Sumber: mongabay.co.id
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
