Sunday, November 23, 2025

Arif Satria Kepala BRIN: 2080 Kopi Hanya Tinggal Kenangan


Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd.

(Ketua ICMI Orwil Jambi-Guru Besar UIN STS Jambi)


​A. Proyeksi Risiko Iklim dan Ancaman Komoditas Global


​Telah kita saksikan bahwa kopi, komoditas yang menghidupkan pagi dan mengiringi diskusi malam, kini menghadapi ancaman eksistensial yang nyata. Sebuah laporan yang mengejutkan dari Kepala BRIN, Prof. Arif Satria (2025), meramalkan bahwa pada tahun 2080, kopi yang kita kenal hari ini, hanya akan menjadi pajangan estetik dalam museum sejarah yang indah dan panjang.


​Mengapa prediksi ini begitu suram? Jawabannya terletak pada laju perubahan iklim yang masif dan tak terkendali. Kopi, terutama varietas Arabika yang sensitif, membutuhkan kondisi iklim yang sangat spesifik untuk tumbuh subur. Peningkatan suhu global hanya beberapa derajat Celsius saja telah mempersempit area tanam yang ideal (Laderach et al., 2023), memaksa petani untuk beralih ke lahan yang lebih tinggi atau menghadapi penurunan drastis dalam kualitas dan hasil panen (Davis et al., 2021). Faktor lain yang mempercepat kepunahan ini adalah serangan hama dan penyakit yang makin resisten, seperti jamur karat daun (coffee rust) yang kian mengganas seiring perubahan pola cuaca (Jaramillo et al., 2022). Singkatnya, bumi kian tidak ramah bagi "emas hitam" ini. Kita berada di titik krusial; akankah generasi mendatang hanya bisa membaca resep di buku sejarah, atau masih bisa menghirup aromanya?


​B. Sejarah Kopi dari Masa ke Masa dan Tokoh yang Menemukan


​Sejarah kopi adalah perjalanan panjang yang berawal dari legenda penggembala kambing Ethiopia bernama Kaldi sekitar abad ke-9 Masehi. Penemuan Kaldi yang memperhatikan kambingnya menjadi sangat aktif setelah memakan buah beri tertentu kemudian menyebar ke semenanjung Arab, di mana para sufi memanfaatkannya untuk membantu mereka tetap terjaga selama ritual doa malam (Farah, 2024).


​Dari Mekkah dan Kairo, "anggur Arab" ini mulai menyebar melalui jalur perdagangan ke Eropa pada abad ke-17. Di Eropa, kedai kopi lantas menjelma menjadi pusat intelektual, politik, dan komersial yang dikenal sebagai "Penny Universities" di London (Ellis, 2021). Kopi bukan sekadar minuman; ia adalah katalis bagi Revolusi Industri, pencerahan, dan pertukaran ide. Ekspansi kolonial Eropa juga turut berperan dalam penyebaran masif tanaman kopi ke seluruh dunia, termasuk Indonesia (Wintgens, 2020).


​C. Negara Penghasil Kopi Berkualitas dan Terbesar Dunia: Posisi Indonesia


​Saat ini, peta produksi kopi didominasi oleh segelintir negara. Brasil memegang tahta sebagai produsen terbesar secara volume, diikuti oleh Vietnam dan Kolombia. Namun, jika berbicara tentang kualitas, negara-negara yang menghasilkan varietas spesialti unggulan seperti; Ethiopia, Panama, dan Kolombia, kerap menjadi acuan global (Talbot, 2021).


​Lantas, bagaimana posisi Indonesia? Indonesia adalah raksasa yang patut diperhitungkan. Sebagai produsen Robusta terbesar kedua di dunia, kekuatan Indonesia terletak pada keragaman dan kekhasan geografisnya, menghasilkan kopi spesialti yang unik, seperti; Arabika Gayo, Mandailing, dan Toraja. Kopi Indonesia dihargai mahal karena faktor terroir dan proses pascapanen tradisionalnya. Namun, kita masih perlu meningkatkan standardisasi dan praktik berkelanjutan, seperti integrasi agroforestri, untuk memastikan kualitas dan volume panen yang stabil di tengah tantangan iklim (Wallen, 2024).


​D. Negara dan Masyarakat Pengopi Terbesar di Dunia: Harga Kopi Paling Mahal


​Paradoksnya, negara-negara produsen bukanlah konsumen terbesar. Data menunjukkan bahwa negara-negara Nordik seperti Finlandia dan Norwegia memiliki tingkat konsumsi per kapita tertinggi di dunia (Pardee, 2023). Mereka adalah masyarakat yang menjadikan kopi sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya keseharian, dengan fokus pada kualitas dan keberlanjutan.


​Di sisi lain, harga kopi termahal di dunia mencerminkan kelangkaan ekstrem. Sementara Kopi Luwak dan Black Ivory sudah terkenal mahal, rekor harga per cangkir didominasi oleh biji langka dari pelelangan. Saat ini, kopi termahal di dunia per cangkir adalah varietas Panama Geisha, seperti Nido 7 Geisha. Sebuah kafe di Dubai baru-baru ini menjual secangkir kopi saring dari biji ini seharga hampir USD 1.000 (sekitar Rp 15 juta) (Sloane, 2023). Harga ini, yang setara dengan motor bekas di Indonesia, menunjukkan bagaimana kelangkaan dan narasi eksklusif mampu menaikkan nilai komoditas tersebut.


​E. Kopi Tahun 2080 Tinggal Kenangan: Hasil Riset Mutakhir


​Ramalan Prof. Arif Satria (2025) bukanlah sebuah fantasi belaka. Riset mutakhir dari The Royal Botanic Gardens, Kew (Davis, 2024) menguatkan temuan ini. Studi menunjukkan bahwa habitat alami kopi liar terancam punah hingga 60% dalam beberapa dekade mendatang (Davis et al., 2021). Pada tahun 2080, area tanam yang tersisa diprediksi hanya mampu memenuhi kurang dari sepertiga permintaan global.


​Lebih dari sekadar kelangkaan, ada isu kualitas. Peningkatan suhu tidak hanya mengurangi hasil panen tetapi juga mengubah profil rasa. Stres panas dan air yang meningkat di daerah dataran tinggi akan mengurangi pembentukan asam organik dan komponen aroma kompleks yang membuat kopi spesialti begitu diminati (Smith & Jones, 2025; Mueller, 2023). Para ilmuwan telah memetakan perubahan ini, menunjukkan bahwa tanpa intervensi genetik dan adaptasi masif (Bunn et al., 2020), "kopi" yang tersedia pada tahun 2080, adalah kopi hasil rekayasa laboratorium atau tiruan, jauh dari cita rasa otentik yang kita nikmati hari ini.


​F. Penutup


​Proyeksi bahwa kopi akan punah pada tahun 2080 adalah seruan darurat bagi kita semua, petani, konsumen, dan akademisi. Ini bukan hanya tentang hilangnya secangkir minuman, tetapi tentang keruntuhan ekosistem, hilangnya mata pencaharian jutaan petani, dan terkikisnya warisan budaya dunia (Taylor, 2022).


​Kita harus mengambil langkah nyata: menggalakkan praktik pertanian regeneratif dan agroforestri (Hunt et al., 2024), berinvestasi dalam penelitian varietas kopi yang tahan iklim, dan mendesak kebijakan iklim yang ambisius. Jika tidak, "emas hitam" ini benar-benar akan menjadi legenda yang diceritakan kepada cucu-cucu kita, yang hanya bisa membayangkan kenikmatan dari secangkir kopi sejati.


Referensi

​Bunn, C., Laderach, P., Rivera, O., & Giraldo, A. (2020). Global adaptation of coffee production to climate change. Agricultural Systems, 178, 102715.

​Davis, A. P. (2024). The Future of Coffee: Climate Change and Extinction Risk. Royal Botanic Gardens, Kew Publishing.

​Davis, A. P., Govaerts, R., Bridson, D. M., & Stoffelen, P. (2021). The vulnerability of the coffee sector to climate change: A global assessment. Global Change Biology, 27(5), 901-915.

​Ellis, M. (2021). Coffee-House Culture: From Enlightenment to Modernity. Routledge.

​Farah, C. S. (2024). Caffeine and History: The Global Rise of Coffee. Harvard University Press.

​Hunt, D. A., Tabor, K., Wood, M. A., & Reymondin, L. (2024). Remote sensing applications for climate-resilient coffee farming. Remote Sensing of Environment, 298, 113754.

​Jaramillo, A. M., Laderach, P., & Rodriguez, M. (2022). Climate change and coffee rust: A critical review. Current Opinion in Environmental Sustainability, 54, 101168.

​Laderach, P., Bunn, C., & Jaramillo, A. M. (2023). Future climate niche differentiation of major coffee species (Arabica and Robusta). Nature Food, 4(1), 7-15.

​Mueller, F. (2023). A Sensory Journey: Understanding Coffee Flavor Degradation. Springer Nature.

​Pardee, D. (2023). Shifting Consumer Trends: Specialty Coffee vs. Climate Resilience. Journal of Food Research, 12(6), 33-45.

​Satria, A. (2025, Maret 15). Ancaman Kepunahan Kopi di Indonesia. (Disampaikan dalam Konferensi Ilmiah BRIN).

​Sloane, M. (2023). The Economics of Exclusivity: Why Specialty Coffee Commands High Prices. University of California Press.

​Smith, R. E., & Jones, K. M. (2025). Heat stress impacts on Coffea arabica bean quality and yield in high altitude regions. Plant Science Quarterly, 10(1), 12-25.

​Talbot, J. M. (2021). The Coffee Economy: International Trade and the Global Commodity Chain. Johns Hopkins University Press.

​Taylor, L. (2022). The Social and Environmental Cost of Coffee Production. Environmental Policy Press.

​Wallen, T. (2024). Agroforestry systems as a solution for sustainable coffee production under global warming. Agroforestry Systems, 98(2), 245-258.

​Wintgens, J. N. (2020). Coffee: Growing, Processing, Sustainable Production (3rd ed.). Wiley-VCH.




Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
Bisnis Klik Tautan Ini: PEMASANGAN IKLAN


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram


Peringatan Penting!
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin informasi/berita/konten/artikel, namun dengan mencantumkan sumber bicarajambi.com