SENJABUTA POLITIK TANPA KEPALA
karya: Harris Priadie Bah
locke memiliki hikmat pemikiran yang tersadarkan, untuk mencerahkan kehidupan hari ini dan masa depan; bahwa politik bisa menjadi senjata yang memakan tuannya sendiri, bila tak dijalankan dengan tujuan asalinya
trias politica yang dibayangkannya kemudian, mengonsepsikan dengan beralasan, pembagian wilayah kewajiban tugas dan tanggung-jawab para aparatur dan pengelola negara
namun locke telah mati dan karya mulianya pun ikut-ikut di"almarhum"kan oleh libido berkuasa para libidor-libidor yang nyasar masuk ke dalam pemerintahan
politik tanpa urat malu - dengan dramatik - mereduksi tujuan mula-mula politik yang mulia, lewat pembagian pos-pos kepentingan kolega yang dibangunnya tanpa etika
politisi gadungan meneguhkannya dengan hikmat tanpa kebijaksanaan, lewat sikap dan tindakkannya yang tanpa kepala dan perasaan
apa yang mereka maksudkan dengan negara adalah perserikatan kaum kolega, yang berhak dan berkuasa atas tanah, hutan dan lautan, bahkan memutuskan soal bergizi atau tidaknya menu gratisan yang mereka sumpel ke mulut anak-anak bangsa yang kerempeng seleranya
sedangkan rakyat adalah warganegara jelata yang mereka atur sesukanya, dan dipaksa istiqomah pada apa pun yang di'inpres'kan dan atau di'perda'kan, walau itu melanggar hak azazi dan tak berkesesuaian dengan konstitusi
konstitusi adalah merk dagang semata, yang mereka tempel di depan gerbang jalan masuk menuju kota dan desa, sementara amaliah pasal-pasalnya runtuh dimakan administratur negara, yang ber-evolusi menjadi belalang pemangsa yang rakus sekali
sampai-sampai lautan dipagari seolah milik pribadi, tanah-tanah ulayat dikuasai untuk mendapatkan untung pribadi, bahkan stempel-stempel pun mereka geragoti (makan) dengan nikmat sekali
sesampai di sini, apa lagi yang dapat diperkatakan kembali, kecuali mengulang-ulang kebencian dan umpatan yang diulang-ulang di setiap orde berganti
umpatan kebencian untuk sesuatu yang dikerjakan, oleh mereka yang tengah berkuasa, dengan tanpa kewaspadaan yang terpelihara
dan menuliskan puisi lewat kata-kata biasa, tanpa metafora dan kemewahan diksi sebagaimana yang ada dalam puisi-puisi sejati, sesungguhnya hanya berguna untuk eksistensi kepenyairan penyairnya saja
selebihnya
tak lebih
31 Januari 2025
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom