Friday, April 25, 2025

Workshop Teater di TBJ, Tatang R Macan: Dari Teks Menuju Panggung Pertunjukan


BICARA PENDIDIKAN
- Tatang R Macan bersama komunitas Studio Teater STSI Padang Panjang, Sumatera Barat hadirkan memberikan materi workshop Teater tahun 2025 di Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi (Jum'at, 25/04/2025).


Dibuka oleh Ari Argawan selaku kepala Taman Budaya Jambi, Workshop diikuti oleh perwakilan dari komunitas teater dan utusan dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi.


Dalam praktek peserta workshop diberikan pemahaman improvisasi, dialog antar pemeran dan penonton. Sementara itu untuk teori Tatang R Macan "Catatan Penciptaan Teater Dari Teks Menuju Panggung Pertunjukan" Adapun Makalah singkatnya berisi:


Perkembangan seni teater dikalangan pelaku teater Indonesia, baik di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, NTB, dan NTT dalam pertumbuhannya kurang lebih sekitar 16 provinsi, telah lama meninggalkan pertumbuhan teater rakyat milik budayanya sendiri. Mereka para pelaku seni teater, banyak berpaling kedalam kancah pergulatan konvensi teater modern yang tumbuh sejak tahun 1955 pada beberapa kota di Indonesia. Pewarisan teater modern tampak menggeser eksistensi teater rakyat, yang lambat laun keberadaan teater rakyat menjadi punah ditinggalkan masyarakat pendukung. Perkembangan teater modern kemudian banyak sokongan akademisi dan seniman nasional, sejak periode tahun 55-an dari tiga kota teater di Indonesia, yakni; Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. 


Dalam perkembangannya, teater modern menyebar lagi ke beberapa wilayah di Indonesia termasuk Sumatera sampai akhir periode 90-an. Kehadiran teater pada tiga kota budaya tersebut dapat dipahami, karena ada lembaga pendidikan formal teater yang disebut ASDRAFI di Yogyakarta, ATF dan STB, di Bandung, ATNI dan LPKJ atau kemudian dikenal sebagai IKJ di Jakarta saat ini. Fakta ini, lebih jauh dapat dilacak dari berbagai catatan yang telah dibukukan seperti; Pertemuan Teater 80, buku Teater Indonesia: Konsep, Sejarah, Problema, buku Ideologi Teater Modern Indonesia dan lain sebagainya. 


Pewarisan teater modern umumnya diproyeksikan untuk capaian artistik di atas panggung, sebagai wujud nyata proses kerja sutradara dan aktor di Indonesia dalam periode tersebut. Pada periode ini, konvensi pentas teater modern hadir atas konvensi teater Barat yang diadopsi di Indonesia. Fakta lapangan dapat dilihat dari proyeksi kerja pemanggungan, keaktoran, dan pembacaan naskah drama yang beredar sepanjang periode tahun 50-an hingga 90-an. Apabila dilihat dari perspektif dramaturgi hari ini (Post Realis dan Post Dramatik), basisnya telah jelas bahwa pewarisan teater modern berpijak pada naskah-naskah drama yang digunakan menjadi sumber utama konsep dramaturgi atas capaian artistik pemanggungan. 


Sehingga  pelatihan teater modern banyak dilakukan melalui buku-buku keaktoran yang beredar di masa itu, seperti buku Constantin Stanislavski berjudul An Actor Prepare dan buku Richard Boleslavky berjudul Acting: Six First Lessons, yang keduanya diterjemahkan oleh Asrul Sani pada tahun 60-an menjadi Persiapan Seorang Aktor dan Enam Pelajaran Pertama Seorang Calon Aktor. Asrul Sani saat itu sebagai Direktur ATNI merangkap dosen bersama Djadoek Djajakusuma. Sejak 1958-1966, ATNI dapat disebut sebagai perguruan tinggi seni, dan menjadi pelopor perkembangan teater modern dengan kreativitas terukur. Bahkan pola pendidikan dan pentas-pentas teater ATNI, sangat mempengaruhi kehidupan teater di Jawa dan sekitarnya. Dipihak lain kita juga bisa menelusuri proyeksi akting yang diciptakan dari cara kerja keaktoran melalui buku WS. Rendra Tentang Bermain Drama: Catatan Elementer Bagi Calon Pemain. 


Demikian juga proyeksi penyutradaraan dan akting yang diciptakan dari cara kerja Suyatna Anirun, melalui STB dan STSI Bandung sejak periode 79-an kerja teaternya hadir dan ditandai dengan terbitnya buku; Menjadi Sutradara.


Kerja-kerja teater Indonesia lebih masif sejak periode 2000-an dalam kontaminasi perkembangan teater Barat. Kontaminasi tersebut, sesungguhnya sejak tahun 60-an di Indonesia telah mengenal pemikiran Beltrot Brecht, Antonin Artaud, dan Richard Schechner yang mulai menolak tubuh aktor sebagai tubuh natural keseharian.  Beltrot Brecht pada tahun 1930 beserta Antonin Artaud 1931, datang ke Indonesia melakukan penelitian terhadap teater rakyat nusantara. (*/)




Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
Bisnis Klik Tautan Ini: PEMASANGAN IKLAN


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram


Peringatan Penting!
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin informasi/berita/konten/artikel, namun dengan mencantumkan sumber bicarajambi.com