CeWaArt Jambi di MAPfest 2025 Malaysia: 'Cekak Peng' Topeng Kebenaran Dibalik Kepalsuan
BICARA PANGGUNG - Sanggar Seni CeWaArt asal Jambi hadir dan tampil memukau dalam gelaran MAPfest 2025 (Melaka Art & Performance Festival 2025) pada 25-31 Agustus 2025 di Melaka, Malaysia.
MAPfest 2025 menyajikan pergelaran dan memberikan Workshop, selain Tuan rumah Malaysia, hadir juga peserta dari negara lain, diantaranya Indonesia Cina, Jepang, India, Australia, dan lain-lain.
"Akar yang Kuat Menghasilkan Karya yang Mendunia Karya-karya yang paling memukau di dunia adalah yang lahir dari identitas yang kuat. Jangan tinggalkan kekayaan lokal kita. Gamelan, tenun, wayang, tari tradisional, dan cerita rakyat adalah harta karun yang tak ternilai," Tutur Wise Azizah, pendiri sanggar seni tari "Cewaart"
Dalam ajang MAPfest 2025, Wise Azizah Bersama Sanggar Seni CeWaArt membawakan karya tari berjudul' Cekak Peng.
"Cekak Peng" merupakan interpretasi dari tradisi topeng Muaro Jambi yang diadaptasi ke dalam konteks kehidupan sehari-hari. Tarian ini menggambarkan orang-orang yang bermuka dua atau bertopeng, menyembunyikan kebenaran dibalik kepalsuan.
Tarian ini menggabungkan gerakan tradisional Jambi, gerakan kontemporer, gestur tubuh, dan ekspresi wajah untuk menyampaikan emosi dan perasaan terkait pesan yang ingin disampaikan. Dengan demikian, tarian ini dapat menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan pesan tentang kejujuran dan keaslian dalam kehidupan sehari-hari.
"Innovasi dan kolaborasi dengan gaya global itu penting, tetapi jangan lupakan akar kita. Kekuatan terbesar kalian justru datang dari keunikan budaya Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain," Ujar Wise Azizah, kepada bicarajambi.com (Kamis, 11/09/2025).
Sanggar Seni CeWaArt, Jambi, Indonesia mengikuti kegiatan MAPFest 2025 di Malaysia dari dukungan kementerian dan dana Indonesiana dengan anggota:
1. Wise Azizah
2. Afria Neza
3. Nora Azizah
4. Nyimas Humairoh
5. Dwi Rizki Ramadhani
6. Nur Aini
7. Cherly Ami Wulandari
Wise Azizah adalah pendiri sanggar seni tari "Cewaart", yang aktif dan telah meraih banyak prestasi di bidang seni. Cewaart terletak di provinsi Jambi, Sumatra, Indonesia, dan anggotanya adalah penduduk asli Jambi yang memiliki keragaman budaya, bahasa, dan alam yang unik.
Sanggar ini berfungsi sebagai wadah bagi anak-anak dan seniman lokal untuk mengembangkan bakat dan kreativitas mereka, serta mempromosikan kekayaan warisan budaya Jambi kepada masyarakat luas. Dengan demikian, Cewaart dapat menjadi contoh keberhasilan dalam melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya lokal.
MAPfest 2025 (Melaka Art & Performance Festival 2025)
MAP, sebuah program residensi tujuh hari, mempertemukan seniman internasional dari beragam disiplin untuk berkolaborasi, bereksperimen, mengeksplorasi, dan menciptakan karya yang mencerminkan spektrum gaya artistik. Kelompok yang beragam budaya dan independen ini akan mendalami gagasan dan konsep filosofis dan personal yang berpusat pada eksplorasi tahun ini: "The Wound" Residensi ini bertujuan untuk menciptakan model inklusif dan sederhana yang menyediakan ruang untuk eksperimen dan menampilkan bahasa artistik lintas budaya para seniman.
MAP memupuk kolaborasi, berbagi, dan memperdalam koneksi di antara para seniman sambal memastikan otonomi dan tanggung jawab mereka atas kebutuhan mereka sendiri. Model fleksibel ini menawarkan kemungkinan terbuka bagi para penyelenggara.
Pada kenyataannya, MAP berpuncak pada sebuah pameran karya-karya pendek oleh seniman independen. Karya-karya ini mengeksplorasi hubungan rumit antara alam, kekerasan, dan pengalaman manusia, yang bertujuan untuk memicu pencarian transformatif dan holistik akan kemanusiaan.
"The Wound" atau Luka
“Penderitaan menghadirkan kehadiran dan kejernihan yang berlebihan,” seperti yang ditulis Michel Serres dalam “Variations of the Body,” hlm. 43. “Rasa sakit meningkat seiring kesadaran, dan kesadaran seiring rasa sakit.”
Eksplorasi rasa sakit dan penderitaan ini menjadi titik awal perjalanan kreatif para seniman, mengajak mereka untuk menghadapi pengalaman dan emosi mereka sendiri sambil mendorong batas-batas ekspresi artistik mereka.
Pertunjukan kelompok terakhir, berjudul “Eulogy for the Living,” memanfaatkan pengalaman para seniman sendiri dalam membangun komunitas dan berkolaborasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan permadani pertunjukan dinamis yang merayakan beragam budaya dan seni kreatif. Model residensi menekankan inklusivitas, menyambut seniman dari berbagai tingkat praktik, latar belakang, dan disiplin ilmu untuk berpartisipasi dan berkontribusi pada sebuah acara kreatif kolektif. (*/HN/Foto Utama: CeWaArt saat tampil di MAPfest 2025 Malaysia-Lorris Nguan WeeYong Photography)
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom