Wednesday, November 5, 2025

Menari dalam Kenangan atau Kenangan dalam Tari



"Catatan dari kaca mata bukan penggiat Tari"

Oleh Hendry Nursal*


Saat memasuki Gedung Teater Arena, segudang ingatan dan kenangan masa kecil dibawa karena adanya festival tari yang digelar Taman Budaya Jambi bertemakan "Permainan Rakyat Sebagai Sumber Inspirasi Kekaryaan"


Ada kebahagiaan tersendiri dapat bernostalgia serta mengobati kerinduan dengan masa lampau, dengan aktivitas yang sangat jarang, mungkin tidak lagi ditemukan di masa kini. Meskipun tidaklah utuh nantinya yang tersaji diatas panggung, sebab ini ialah tarian hanya saja kekaryaannya bersumber pada permainan rakyat.


Tetapi terlepas dari kata Tarian, Permainan Rakyat sangat dekat dengan permainan anak-anak di Generasi 80an kebelakang. Kerinduannya sangat besar, kenangan yang terasa akan Kembali di masa itu. Sebelumnya coba kita kenal terlebih dahulu apa itu Seni Tari?


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seni tari adalah seni yang mengenai tari-menari (gerak-gerik yang berirama). Sementara itu, tari dalam KBBI berarti gerakan badan (tangan dan sebagainya) yang berirama, biasanya diiringi bunyi-bunyian (musik, gamelan, dan sebagainya). Dari kedua pengertian seni tari dan tari dapat disimpulkan bahwa unsur tari adalah gerakan itu sendiri.


Menurut Corrie Hartong, seni tari adalah sebuah perasaan mendesak yang ada di dalam diri manusia, sehingga mendorong dirinya untuk menuangkan ungkapan yang bentuknya berupa gerakan yang ritmis.


Soedarsono mengatakan bahwa tari adalah suatu ungkapan yang berasal dari dalam jiwa setiap manusia yang kemudian diekspresikan melalui gerakan ritmis sekaligus ritmis. Dalam hal ini, Soedarsono menyatakan bahwa ungkapan rasa yang dimaksud adalah sebuah emosional atau rasa yang pada manusia. Sementara itu, gerakan ritmis dan indah merupakan suatu gerakan yang mengikuti iringan nada dari para pengiring, sehingga menciptakan suatu seni yang bisa membuat orang lain terpesona ketika melihat gerakan ritmis tersebut.


Pangeran Suryadiningrat mengungkapkan bahwa tari adalah sebuah gerakan yang berasal dari semua anggota tubuh seseorang yang dilakukan senada dengan iringan irama musik dengan tujuan dan maksud tertentu.


Sedangkan Kamala Devi Chattopadhyay, menyebut tari adalah suatu desakan yang berasal dari dalam diri seseorang yang harus dituangkan ke dalam bentuk gerakan ritmis.





Masih banyak lagi pendapat para ahli mengenai Tari, Tarian merupakan perpaduan dari tiga unsur utama: wiraga (raga), wirama (irama), dan wirasa (rasa).


Dari berbagai sumber yang menjadi referensi bacaan penulis, bahwa selain unsur Utama, Tarian memiliki fungsi sebagai: Pertunjukkan Kesenian, Sarana Upacara Adat, Hiburan, dan Pergaulan. Tidak hanya itu saja, seni tari memiliki jenis, baik dari sisi jumlah penari yaitu: Tari Solo, Bepasangan, dan Berkelompok; maupun bentuknya yaitu: Tari Tradisional, Kreasi Baru, dan Kontemporer.


Kembali lagi ke festival tari yang digelar Taman Budaya Jambi bertemakan "Permainan Rakyat Sebagai Sumber Inspirasi Kekaryaan" pemikiran penulis tertuju pada bentukannya atau genre ialah Tari Kreasi Baru, seni tari yang bisa dibilang mengikuti perkembangan zaman, tema festival, lomba, atau kegiatan khusus yang diciptakan oleh koreografer.


Panas mentari sore itu terlihat berkilau dan penuh dengan cahayanya menyiram tanah lapang, terlihat kuning sedikit berdebu dikelilingi rerumputan hijau sebagian, sebagian lagi kering berwarna kecoklatan pertanda begitu lamanya hujan tak turun.


Walau begitu suara tawa, teriakan, sesekali juga terdengar amarah anak-anak yang sedang bermain menghancurkan gambaran kerasnya tanah lapang Bersama rumput, tanaman, pepohonan melawan cuaca yang sedang memasuki musim kemarau.


Tidak ada keluh kesah dari tubuh mungil, berpeluh, tanpa baju, tak juga beralas kaki. Mereka terus berlari, saling menyemangati atau memompa konsentrasi temannya, disisi lain terlihat beberapa ke pinggir lapangan hanya sekedar mengurangi rasa panas menyengat di kulit yang mulai menghitam.


Tanah lapang yang selalu ramai dengan anak-anak saat menjelang sore hingga mendekati waktu Magrib. Seakan itu menjadi Waktu wajib bermain setiap harinya sepulang sekolah, yang dulu hanya setengah hari. 


Tidak pula cukup dengan satu jenis permainan, masing-masing memiliki area tersendiri. Berpasangan ataupun berkelompok, ada yang bersama antara perempuan dan laki-laki. Ada pula anak perempuan lebih memilih terpisah dengan permainan yang lebih feminim.


Perlu juga diingat, dewasa pun bisa dan turut memainkan tidak terbatas anak-anak, makanya disebut permainan rakyat. Permainan rakyat menjadi satu diantara 10 objek pemajuan kebudayaan (OPK) Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, Permainan rakyat adalah Berbagai permainan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan memiliki nilai tertentu.


Beberapa contoh permainan rakyat yang umum dikenal di Indonesia, walau terkadang memiliki nama berbeda sebagaimana dikenal penulis, yaitu: Gobak sodor penulis kenal dengan sebutan main ladang/sawah, Petak umpet main Singitan, Kelereng (Gundu) main Goli, Lompat tali karet main Yeye, Bentengan main pancit.





Lain dulu lain sekarang, dulu bermain menjadi media semakin lekatnya persahabatan. Permainan sederhana, yang tidak membutuhkan biaya, tidak butuh kemewahan, tidak butuh gengsi, kemampuan khusus bahkan alat-alat mahal. 


Jauh dari narasi perbedaan Suku, Agama, Ras dan Adat Istiadat. Permainan sederhana itu penambah nikmat rasa gotong royong, kebersamaan, persaudaraan yang pada akhirnya memupuk persatuan dan kesatuan bangsa, paling terutama ialah permainan itu terus hidup serta diwariskan dari generasi ke generasi.


Generasi kelahiran 80an mungkin menjadi yang terakhir merasakan permainan-permainan jadul atau zaman dahulu. Serta serunya lupa Waktu, ketika belum sempat selesai bermain harus berlari dikejar sang ibu dengan sapu lidi karena akan tibanya Waktu mengaji.


Sekarang semakin berubahnya zaman, berkembangnya teknologi, apakah tidak ada lagi bermain? tentunya masih. Namun bukan lagi permainan sederhana, anak-anak labih mengenal teknologi. Lebih banyak individualisme, walau ada permainan berkelompok, tidaklah sama. 


Pandangan mata, didengar lalu disentuh yang hanyalah berbentuk sebuah gawai. Tidak berpanas di tanah lapang memang, tidak berjemur di panas Mentari, tidak repot-repot untuk berteduh, tetap saja rasa yang terbangun tidak lagi sama dan tidak akan pernah sama.


Berjalannya Waktu permainan-permainan sederhana namun sangat merakyat, kaya pesan dengan segudang kesan itu, mulai tergerus, mulai hilang, mulai tidak dikenal oleh generasi masa kini, generasi teknologi, generasi yang dimanjakan kecanggihan. Bisa saja kini mulai dirasa, bahwa permainan yang hanya sekedar permainan biasa di masa lalu adalah suatu kekayaan budaya, suatu bagian dari budaya bangsa Indonesia.


Menariknya, Taman Budaya Jambi tidak hanya menggali atau menjadikan satu dari 10 OPK sebagai sumber karya dalam festival tari tahun 2025 tetapi dua, yaitu Seni dan Permainan Rakyat. Bagi penulis ini menarik ada tuntutan terhadap sang koreografer menciptakan karya yang berhadapan dengan dua gerbang, akan terjebak didalamnya atau menjauh darinya?


Koreografer harus bisa memindahkan buah pikirannya yang dasarkan pada tema tersebut kepada penari, bukan perkara mudah karena penari harus menguasai unsur Utama dalam seni Tari, yaitu: Wiraga, Wirama, dan Wirasa.


1. Wiraga (raga), Unsur seni tari pertama adalah wiraga, yang berarti keterampilan secara raga atau fisik untuk menggerakkan setiap gerakan badan baik dalam posisi berdiri serta duduk.


Contoh unsur raga ini ada keterampilan menggerakkan jari-jari tangan, bahu, leher, mimik wajah, dan anggota tubuh yang lain, sehingga menciptakan sebuah gerakan.


Setiap gerakan pada seni tari harus bersifat ritmis, dinamis, dan estetis, supaya pesan dari tarian tersebut bisa tersampaikan.


2. Wirama (irama), Unsur utama dalam seni tari yang kedua yaitu wirama. Irama merupakan musik yang mengiringi sebuah tarian. Dengan unsur irama, penari dapat menyelaraskan antara musik dan gerakan tarian supaya bisa sejalan bersamaan.


Irama musik juga menjadi tanda untuk menunjukkan kapan gerakan tari harus dimulai, sesi jeda, dan berakhir.


3. Wirasa (rasa), Seni tari harus mampu menyampaikan pesan dan perasaan melalui gerakan tarian dan ekspresi penarinya. Seorang penari perlu menjiwai setiap makna dari sebuah tarian secara mendalam, baik itu dalam bentuk emosional sampai gerakan.


Sebagai contoh, jika penari membawakan tarian tentang kisah putri raja yang anggun, maka pembawaannya harus gemulai dengan senyum simpul.






Nah, dalam kaitannya dengan festival tari yang digelar Taman Budaya Jambi bertemakan "Permainan Rakyat Sebagai Sumber Inspirasi Kekaryaan" secara awam langsung membayangkan karya tari yang akan tersaji di panggung.


Dari 24 peserta; 15 komunitas pelajar dan 9 umum bagi penulis lumayan berhasil mewujudkan karya sesuai tema yang diinginkan oleh Taman Budaya Jambi, contohnya saja dari para nominasi cukup memuaskan, cukup mengobati kerinduan pada segudang ingatan dan kenangan masa kecil. Mulai dari geraknya dan lenggak-lenggok tubuh penari, cerianya permainan yang dihadirkan, hingga suasana yang dibangun lewat musik mampu membawa penonton tersedot kedalamnya.  


Peserta sudah menyuguhkan karya-karya luar biasa, hasil dari kerja keras mereka diperkuat dengan hasil dari pengalaman Panjang mereka berada di panggung Seni Tari. Kita sangat perlu memberikan Apresiasi, memberikan penghargaan untuk setiap peristiwa seni dan budaya, tidak ada yang sia-sia.


Setiap karya menjadi oleh-oleh bagi semua penonton, kalaupun tidak keseluruhan, tapi pasti ada satu bagian ataupun sisi meskipun hal terkecil yang akan tersimpan di memory pikiran sebagai pengalaman berkesan bagi penonton.


Walaupun, ada beberapa peserta gagal menciptakan rasa. padahal tema tersebut harusnya sebagai sumber lahirnya Wiraga, Wirama dan Wirasa, bukan sekedar memindahkannya keatas panggung dengan penambahan musik ilustrasi.


Jika mengutip dari pernyataan salah satu juri "Bahwa apapun hasilnya ini bukan ajang perdebatan, jadikan suatu ajang silaturahmi" maka jangan kita perdebatkan! Penulis berasumsi bisa jadi mereka tidak pernah memiliki pengalaman lahir maupun bathin, sehingga terjebak didalamnya atau sulit melepaskan diri hingga tersesat di kata Permainan Rakyat. 


Menari dalam Kenangan atau Kenangan dalam Tari? disematkan penulis pada akhirnya. Selamat untuk para pemenang, jangan berkecil hati untuk yang belum beruntung. Terus berkarya, maju terus seni dan budaya Jambi, terima kasih Taman Budaya Jambi!


*Penulis adalah Wartawan dan Penggiat Seni, tinggal di Jambi





Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
Bisnis Klik Tautan Ini: PEMASANGAN IKLAN


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram


Peringatan Penting!
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin informasi/berita/konten/artikel, namun dengan mencantumkan sumber bicarajambi.com