Panggung Perempuan dan Dibalik Dapur dengan Kuali Gulai Tempoyak
Oleh: Hendry Nursal*
Gedung Arena bergemuruh oleh tepuk tangan, dan sorak sorai
dari penonton. Tidak hanya itu, seusai pergelaran para penonton memburu. Mereka
memenuhi panggung, berkodak, bersalaman, memeluk, penuh tawa dan canda
menjumpai perempuan-perempuan hebat yang masih menjaga semangatnya untuk
berkarya. Semangatnya untuk berkesenian, semangatnya untuk terus menjejakkan
kaki bagi sejarah hidupnya, bahkan Jambi khususnya.
Perempuan-perempuan itu bukan artis besar, bukan pesohor
negeri, dan bukan pula tokoh terkenal yang hadir. Tapi inilah Panggung
Perempaun, mampu menghadirkan nuansa, aura dan semangat berbeda dari sekian
banyak pergelaran di Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi.
Dibalik kata 'Panggung Perempuan' yang digelar Taman Budaya
Jambi, mungkin Sebagian besar tentunya berasumsi terpajangnya para perempuan
bagai Etalase di pertokoan. Terbayang kemolekan, keindahan lekukan tubuh, paras
nan cantik menawan, tubuh aduhai bagai bidadari muda yang turun dari kayangan,
mempesona penuh nikmat menyaksikan lukisan terindah dari Sang Pencipta.
Mengapa begitu? tidak bisa kita pungkiri, daya Tarik
perempuan sangat besar dipadu dengan kelembutan sikap dan Syahdunya, maka
menjadi kombinasi maha dahsyat. Ini tidak hanya terbatas bagi mata laki-laki,
sesama perempuan pun tak luput dari daya Tarik itu walau mereka sesama jenis.
Sehingga timbul pertanyaan besar, apa yang sedang disaksikan mereka?
Kita coba sedikit melihat lebih jauh sebelum memasuki
Panggung Perempuan, banyak ruang-ruang kehidupan didominasi oleh perempuan
terutama dalam hal bisnis promosi atau penjualan, bukan (dalam pikiran penulis)
karena bicara kesetaraan, namun lebih pada pesona dan daya Tarik yang sangat
besar. Contoh diantaranya (lagi-lagi ini dalam pikiran penulis) Pramugari lebih
banyak dari pramugara, ada Sales Promotion Girl (SPG) tidak ada kita menemukan
Sales Promotion Boy (SPB), Umbrella Girl juga dikenal sebagai paddock girl atau
grid girl di dunia balap, belum ada Umbrella Boy.
Masih banyak lagi pelayanan-pelayanan umum di ruang publik,
itu didominasi perempuan mungkin karena daya tariknya mampu menggugah selera,
selera seperti apa? semua Kembali kepada pikiran personal masing-masing.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Perempuan adalah istilah
untuk jenis kelamin manusia yang berlawanan dengan laki-laki. Perempuan
memiliki organ sistem reproduksi wanita yaitu ovarium, uterus, dan vagina,
serta mampu menghasilkan sel gamet yang disebut sel telur. Perempuan juga
memiliki kemampuan untuk menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.
Istilah "perempuan" umumnya digunakan untuk
manusia segala umur dan segala golongan. Sebutan umum untuk orang dewasa
berjenis kelamin perempuan disebut wanita. Sementara itu, istilah untuk anak
yang berjenis kelamin perempuan disebut "anak perempuan",
"cewek", atau "gadis".
Di Indonesia, sapaan yang lebih sopan ataupun panggilan
untuk wanita yang dihormati atau yang lebih tua adalah "ibu", atau
sapaan-sapaan lainnya menurut bahasa daerah masing-masing wilayah.
Menurut teori populer, kata "perempuan" berasal
dari kata "empu" dalam Bahasa Jawa Kuno, yang kemudian diserap dalam
Bahasa Melayu, yang berarti "tuan, mulia, hormat". Kata empu tersebut
mengalami pengimbuhan dengan penambahan "per-" dan "-an"
yang kemudian membentuk kata "perempuan". Beberapa sumber juga
menyebutkan bahwa kata empu dalam perempuan berhubungan dengan kata ampu yang
berarti "sokong, penyangga".
Sedangkan Kata "wanita" berasal dari kata vanita
dalam Bahasa Sansekerta, yang secara harfiah berarti "yang
diinginkan".
Merujuk dari uraian diatas, tidaklah heran jika perempuan
memiliki daya Tarik yang sama dalam dunia seni dan pertunjukan, baik itu
Teater, Tari, Musik, Sastra, Lukisan dan mungkin seni-seni lainnya yang
bersentuhan dengan raut serta rupa. Rasanya tidak perlu dibeberkan, semua juga
mungkin atau dapat dipastikan lebih paham dari penulis mengenai daya Tarik
perempuan, jangan menjadi pepatah lama: Mengajari bebek berenang.
Membahas perempuan membutuhkan beribu-ribu halaman, berjuta
episode drama televisi, bermiliar kata yang terangkai, takkan berujung. Setiap
personal memiliki pemikiran, cara pandang dan nilai tersendiri, seperti
kata-kata yang umum terdengar di masyarakat Indonesia bahwa kodrat perempuan
itu hanyalah Dapur, Sumur dan Kasur. Dari tiga kata itu saja menimbulkan
perdebatan, dari sisi pandang realita atau sisi pandang terbuka.
Sebagaimana artikel berjudul Kodrat Perempuan Itu Dapur,
Sumur, Kasur! ditulis Gina Ainusyifa di laman kompasiana.com, bahwa Kodrat
secara etimologi dalam KBBI berarti sifat asli, sifat bawaan atau hukum
alam, dlam bahasa Arab قدرة artinya kekuasaan, ketentuan atau ukuran. Kodrat
adalah God Given Nature, sesuatu yang murni diberikan oleh Tuhan khususya
kodrat secara biologis.
Kodrat perempuan atau Woman’s Nature ini di masyarakat luas
sering kali menjadi hal yang konstruktif. Menurut masyarakat kodrat perempuan
adalah berada di Dapur, Sumur dan Kasur.
Doktrin itu dimunculkan oleh organisasi perempuan yang
didirikan pemerintah pada zaman orde baru. Doktrin itu menyatakan bahwa
perempuan hanyalah perlu mahir di dapur, sumur, kasur, karena kodrat perempuan
diciptakan untuk mengurusi semua hal-hal domestik, mengurus rumah, mengurus
suami, mengurus anak.
Sampai di zaman modern seperti ini kata perempuan ‘dirumah
aja’ semakin tertancap kuat terlebih dengan maraknya kasus kekerasan seksual
yang semakin sering terkuak ke publik.
Padahal realitas masa moderen saat ini, peran perempuan
besar di setiap ruang dan sendi-sendi kehidupan, tidak lagi hanya terbatas di
dapur, sumur, Kasur. Sangat banyak terlihat perempuan berkarya, berinovasi,
berkembang di dunia kerja, dunia Pendidikan, teknologi, Kesehatan, dan seni. Rasanya
tidak ada yang terlewat tanpa kehadiran perempuan secara langsung maupun tidak
langsung.
Kita Kembali ke dunia seni, khususnya seni pertunjukan yaitu
panggung perempuan bertajuk 'Wanita Dalam Seni Pertunjukan' yang digagas serta
selaku Konseptor dan Sutradara Sri Purnama Syam, kepala Taman Budaya Jambi.
Asisten: Mugi Ari Saputra, Manager Panggung: IcaLago, Artistik: RR Maylando,
Komposer: Andi Gomes, pemusik: Dianto, Rama, Putra, Dika dan Rizki, Kru
Panggung: POB Indonesia.
Panggung Perempuan 'Wanita Dalam Seni Pertunjukan'
Panggung yang digagas oleh Sri Purnama Syam, adalah bentuk
kegundahan dirinya terhadap realiata pertunjukan khususnya dunia Tari. Dia
berharap siapapun saat menyaksikannya benar-benar menikmati karya, bukan kemolekan, keindahan lekukan tubuh, paras nan
cantik menawan, tubuh aduhai bagai bidadari yang turun dari kayangan.
Kalau sudah seperti itu, dia mempertanyakan arti perempuan
di panggung, khususnya bagi laki-laki yang melihat? "Ada isi, ada pesan
yang disampaikan dalam setiap karya, kembali kepada teori "art for
art" seni untuk seni, ekspresi jiwa manusia yang dilahirkan melalui
medianya," Tegas Sri Purnama Syam.
"Jika tidak melihat kami dari kacamata "art for
art" lebih karena kemolekan, keindahan lekukan tubuh, paras nan cantik
menawan yang dipandang, itu artinya kami disamakan dengan apa? silahkan jawab
sendiri. Inilah kegundahan saya, karena penari yang telah berumur, tidak lagi
molek seperti masa mudanya, hilang sudah ruang dan panggung bagi mereka?,"
Tambahnya lagi.
Maka dia gagaslah Panggung Perempuan untuk menyajikan
seperti apa dan cara pandang terhadap perempuan, yang menghadirkan tarian dari
kelompok pelajar, Paduan suara, Monolog, Pembacaan Puisi bahkan dirinya bersama
para perempuan yang dulunya memiliki latar seoarang penari.
Panggung perempuan menggambarkan masa kecil, remaja, dewasa
hingga yang telah berumur. Pesan-pesan tersirat tersebut dihadirkan ke
panggung, bukan hanya dari karya maupun isinya, namun juga terlihat dari
pakaian dan tingkah lakunya.
Diawali oleh sanggar atau kelompok tari LimaniArt dari SMA
Negeri 5 Kota Jambi, menghadirkan tari berjudul 'Yeye' koregrafer Syawal Arsy.
LimaniArt ialah Juara Festival tari tahun 2025 kategori pelajar bertema
Permainan Rakyat Sebagai Sumber Inspirasi Kekaryaan, yang diselenggarakan Taman
Budaya Jambi.
Lalu masa remaja penuh kesan dan kenangan indah, dihadirkan
Salira Ayatusyifa lewat monolognya berdurasi 10 menit. Dia menjadikan cara
membuat kudapan Bakwan lengkap dengan bahan dan perlengkapan layaknya di dapur
keatas panggung. Ini sebagai bentuk pada umumnya usia remaja, mulai belajar
memasak dan memahami dapur.
Tampil layaknya seorang remaja, dengan pakaian dan tingkah
lakunya, dia memulai dengan kisah ibunya yang selalu membuat Bakwan, Bakwan,
Bakwan dan Bakwan lagi. Bakwan itu semua dibuat bagi seniman atau pelaku seni
di Sanggar saat sedang menyiapkan sebuah pergelaran yang disutradai oleh
Ayahnya.
Baginya apa yang dilakukan Sang Ibu bukanlah perkara mudah,
disamping menyiapkan kudapan berupa bakwan, juga ikut menjadi penata rias para
aktor dan aktris. Belum lagi mengurus pekerjaan rutin di rumah sebagai seorang
Istri. Disini Salira mengingatkan penonton secara halus kehadiran perempuan
sangat besar artinya, benar kodrat seorang perempuan itu adalah Dapur, Sumur
dan Kasur! tetapi begitu banyak perempuan-perempuan hebat di luar sana, baik
itu pekerja seni, penggiat lingkungan, wartawan, penulis dan lainnya.
Kehadiran Salira di panggung perempuan diperkuat dengan
kolaborasi bersama Titas Suwanda, seorang penggiat Teater dan Sastra di Jambi.
Dia menegaskan besarnya peran perempuan khsusunya di Jambi sejak masa Kerajaan
bisa dipelajari, diantara potongan puisi tersebut yaitu Putri Pinang Masak:
tidak hanya terampil memasak, tangannya berdaulat bertahta. Mayang Mangurai
tidak hanya tampil gemulai, dari rambutnya sejarah negeri diburai.
Selanjutnya Dewasa Tampil apik dalam Paduan Suara LPPD
Jambi, yang diketuai Abraham Tambun, dilatih oleh Tony Siahaan dan Masta.
Lagu-lagu cinta, lembut dan penuh kasih Hadir di Panggung perempuan yang
gawangi 20 orang Wanita bersama Dirigennya Masta.
Kemudian Masa tua itu terlihat sangat jelas dari pakaian
yang digunakan para penari, baju dan sarung, dilengkapi tekuluk menutup kepala
dengan warna senada yang lembut, terakhir penari membawa dua piring kecil
berbahan seng.
Tingkah laku penari juga menambah nuansa usia yang tidak
lagi muda tersaji di Panggung Perempuan yaitu Sanggar Kembang Goyang bersama
Sri Purnama Syam, menapakkan karya berjudul Kodrat. Inilah puncak dari Panggung
Perempuan 'Wanita Dalam Seni Pertunjukan'
"Suguhan panggung perempuan dengan semua materi dan
pemainnya adalah yang terbaik. Dan penonton akan mendapat "sesuatu"
dari suguhan ini. Seni itu membahagiakan," Ungkap Sri Purnama Syam.
Sri Purnama Syam, perempuan energik bernama lengkap DR. Sri
Purnama Syam, SST.M.Sn, kelahiran Muara Bungo, 1 Januari 1969 mengenyam dunia
pendidikan dengan melanjutkan S2 dan S3 yang mendapatkan beasiswa dari
Pemerintah Daerah (Pemda).
Sri Purnama Syam, mendapat beasiswa S2 pada 2003 dan selesai
pada 2005 dengan nilai cumlaude di Institut Seni Indonesia Surakarta. Kemudian
pada 2006 dirinya melanjutkan S3, doktor kajian budaya di Universitas Udayana
Denpasar lulus menjadi kelulusan.
'Kodrat' Perempuan Jambi Dibalik Dapur dengan Kuali Gulai
Tempoyak
Mengutip dari laman KBBI Online, kodrat memiliki arti
kekuasaan (Tuhan), hukum (alam), dan sifat asli; sifat bawaan. Secara umum,
pengertian kodrat bisa dipahami sebagai sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan Yang
Maha Esa sehingga manusia tidak mampu untuk merubah atau menolaknya.
Kodrat ini bersifat universal. Contohnya seperti melahirkan,
menyusui, dan menstruasi merupakan kodrat bagi perempuan. Sementara kodrat
laki-laki adalah memproduksi sperma.
Dalam pergelaran persembahan Sanggar Kembang Goyang,
menyampaikan sinopsis Kodrat yaitu: Di tengah gemuruh tarian, lantunan syair,
dan sorak penonton, ada sebuah ruang yang sedang direbut. Ruang itu Bernama
panggung, dan diatas panggung seni pertunjukan Indonesia, khususnya di tanah
Jambi, para perempuan tak lagi hanya menjadi hiasan atau pelengkap narasi.
Mereka adalah narator Utama, pencipta gerak, penjaga ruh, dan pembaharu
Tradisi.
Bicara tentang perempuan Jambi, seringkali imajinasi kita
terpaku pada stereotip yang sempit: di balik dapur dengan kuali gulai tempoyak,
atau di ranah domestik sebagai ibu dan istri. Memang, keahlian meracik masakan
dan kekuatan sebagai sosok yang melahirkan generasi adalah bagian tak
terpisahkan dari identitas mereka. Namun, marwah (Harga diri, martabat, dan
inti nilai) perempuan Jambi jauh lebih luas dan dalam dari itu. Marwah itu
tersimpan dalam kearifan, keteguhan, dan kreativitas yang selalu mencari saluran
untuk bersuara.
Kodrat adalah pergelaran puncak pada Panggung Perempuan,
membawa dan menyimpulkan pesan utuh secara satu kesatuan dari setiap materi
pergelaran.
Sanggar Kembang Goyang hadir dengan tampilan tidak umum
'maaf' postur tubuh tidak lagi idealnya perempuan muda, seiring sejalan dengan
usia para penarinya. Mereka melalui Kodrat 'menantang' penonton, melawan
keraguan penikmat seni, juga bertarung membalikkan hatinya melalui pesan
tersirat berkata Kami Bisa!, lihat karya kami dan tetap berpegang pada Seni
untuk Seni.
Penari melangkah tenang dan lembut diiringi musik serta
pencahaan yang ringan, senyum tipis tapi tak sumringah terpapar di mata
penonton pada awalnya "Jangan senyum tampak gigi, Kita bukan penari
latar," Tegas Sri Purnama Syam.
Gerakan penari sangat kentara, karena dari hati dikeluarkan
lewat gestur atau Gerakan tangan, tubuh, gerak, dan raut wajah. Mereka
menggambarkan bagaimana tenangnya seorang perempuan selaku seorang Istri atas
repotnya mengurus rumah tangga hingga pada akhirnya berada di puncak atau
tumpukan emosional lewat simbol membanting piring.
Karya ini juga memperlihatkan bagaimana hebohnya, repotnya
seorang Istri atau ibu rumah tangga, berhadapan dengan teriakan seorang suami
dan anak melebihi cerita drama di televisi, tetapi tetap menikmatinya. Penari
memberikan ekspresi kadang bingung, kesal, tapi kadang juga senang berbagai
ekspresi terwakilkan dari gestur dan wajah.
Selanjutnya barulah terlihat senyum lebar para penari,
mereka membutuhkan waktu spesial bagi dirinya, disimbolkan lewat saling memijat
punggung. Dibagian akhir, penari bergegas menyambut hari esok bersiap dengan
kejutan-kejutan kehidupan.
"ya terima saja apa yang semestinya ada dalam
perjalanan kehidupan, toh ada sutradara dan dalang terbaik yaitu Sang Pencipta
Tuhan YME, kita hanya wayang yang sedang disuruh memainkan lakon oleh dalang.
Maka penutup diakhiri dengan ikhlas dan senyum manis," Urai Sri Purnama
Syam.
Selain itu, kata Sri Purnama Syam penari kodrat tidak
khawatir, tidak risih dengan bentuk tubuh mereka, tidak merasa rendah diri, tidak
pula takut dengan cemoohan penonton.
"Penari kodrat tidak rusuh dengan tubuh, kami tubuh
sendiri. Tidak ada orang lain yang akan mencintai tubuh kita kecuali kita
sendiri, apa dan bagaimana bentuk tubuh kita itu. Jangan pedulikan body
shiming," Katanya.
Sanggar Kembang Goyang ingin menunjukkan bahwa sebuah tarian
semestinya yang dilihat adalah isinya, apa yang ingin disampaikan, bukan
melihat seperti apa penarinya.
"Kita kembali ke teori "art for art" seni itu ya untuk seni. ekspresi jiwa manusia
yang dilahirkan melalui medianya. Mengapa begitu? karena pasti akan ada cemooh
dari penonton. Tapi itu yang saya inginkan, dari situlah kita akan bisa
mengukur pemahaman, wawasan audien dalam menonton sebuah pertunjukan dan dalam
memahami apa itu seni," Tutur Sri Purnama Syam.
Dari Panggung perempuan kita dapat melihat, merasakan,
bahkan membaca pesan secara langsung maupun tersembunyi, baik itu secara
keseluruhan maupun terpisah untuk Kodrat.
Tarian Kodrat tidak melawan, tidak marah, tidak membantah
apalagi menantang bahwa seorang perempuan itu adalah Dapur, Sumur dan Kasur!
Kodrat memperlihatkan sisi lain dari keinginannya, sisi lain yang juga patut
dihargai, sisi terdalam dari hati dan diri seorang perempuan.
Pada akhirnya secara keseluruhan panggung Perempuan
mengingatkan, bagaimana kompleksnya peran perempuan: Berhadapan dengan impian,
harapan hingga realita hidup. Disamping itu mereka dituntut tegar, kuat serta
serba bisa meskipun telah diberikan peran melekat yaitu Dapur, Sumur, Kasur.
*Penulis adalah Wartawan dan Penggiat Seni, tinggal di
Jambi
Referensi Tambahan:
(Indonesia) Arti kata Perempuan dalam situs web Kamus BesarBahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KementerianPendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Diakses
tanggal 6 Desember 2025.
Kata empu dalam bahasa Melayu berkembang menjadi kata
"empunya" yang berarti "dimiliki oleh tuannya atau
pemiliknya", yang kemudian menjadi kata punya dalam Bahasa Melayu Modern
dan Bahasa Indonesia, yang berarti "milik, memiliki"
Parhani, Siti (6 Januari 2021). "Antara Wanita dan
Perempuan, Apa Bedanya?". Magdalene. Diakses tanggal 6 Desember 2025.
Ainusyifa, Gina (24 Desember 2021). "Kodrat Perempuan
Itu Dapur, Sumur, Kasur!. kompasiana.com. iakses tanggal 6 Desember 2025.
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom









