Saturday, December 6, 2025

Panggung Perempuan dan Dibalik Dapur dengan Kuali Gulai Tempoyak


Oleh: Hendry Nursal*

 

Gedung Arena bergemuruh oleh tepuk tangan, dan sorak sorai dari penonton. Tidak hanya itu, seusai pergelaran para penonton memburu. Mereka memenuhi panggung, berkodak, bersalaman, memeluk, penuh tawa dan canda menjumpai perempuan-perempuan hebat yang masih menjaga semangatnya untuk berkarya. Semangatnya untuk berkesenian, semangatnya untuk terus menjejakkan kaki bagi sejarah hidupnya, bahkan Jambi khususnya.

 

Perempuan-perempuan itu bukan artis besar, bukan pesohor negeri, dan bukan pula tokoh terkenal yang hadir. Tapi inilah Panggung Perempaun, mampu menghadirkan nuansa, aura dan semangat berbeda dari sekian banyak pergelaran di Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi.

 

Dibalik kata 'Panggung Perempuan' yang digelar Taman Budaya Jambi, mungkin Sebagian besar tentunya berasumsi terpajangnya para perempuan bagai Etalase di pertokoan. Terbayang kemolekan, keindahan lekukan tubuh, paras nan cantik menawan, tubuh aduhai bagai bidadari muda yang turun dari kayangan, mempesona penuh nikmat menyaksikan lukisan terindah dari Sang Pencipta.

 

Mengapa begitu? tidak bisa kita pungkiri, daya Tarik perempuan sangat besar dipadu dengan kelembutan sikap dan Syahdunya, maka menjadi kombinasi maha dahsyat. Ini tidak hanya terbatas bagi mata laki-laki, sesama perempuan pun tak luput dari daya Tarik itu walau mereka sesama jenis. Sehingga timbul pertanyaan besar, apa yang sedang disaksikan mereka?

 

Kita coba sedikit melihat lebih jauh sebelum memasuki Panggung Perempuan, banyak ruang-ruang kehidupan didominasi oleh perempuan terutama dalam hal bisnis promosi atau penjualan, bukan (dalam pikiran penulis) karena bicara kesetaraan, namun lebih pada pesona dan daya Tarik yang sangat besar. Contoh diantaranya (lagi-lagi ini dalam pikiran penulis) Pramugari lebih banyak dari pramugara, ada Sales Promotion Girl (SPG) tidak ada kita menemukan Sales Promotion Boy (SPB), Umbrella Girl juga dikenal sebagai paddock girl atau grid girl di dunia balap, belum ada Umbrella Boy.

 

Masih banyak lagi pelayanan-pelayanan umum di ruang publik, itu didominasi perempuan mungkin karena daya tariknya mampu menggugah selera, selera seperti apa? semua Kembali kepada pikiran personal masing-masing.

 



Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Perempuan adalah istilah untuk jenis kelamin manusia yang berlawanan dengan laki-laki. Perempuan memiliki organ sistem reproduksi wanita yaitu ovarium, uterus, dan vagina, serta mampu menghasilkan sel gamet yang disebut sel telur. Perempuan juga memiliki kemampuan untuk menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.

 

Istilah "perempuan" umumnya digunakan untuk manusia segala umur dan segala golongan. Sebutan umum untuk orang dewasa berjenis kelamin perempuan disebut wanita. Sementara itu, istilah untuk anak yang berjenis kelamin perempuan disebut "anak perempuan", "cewek", atau "gadis".

 

Di Indonesia, sapaan yang lebih sopan ataupun panggilan untuk wanita yang dihormati atau yang lebih tua adalah "ibu", atau sapaan-sapaan lainnya menurut bahasa daerah masing-masing wilayah.

 

Menurut teori populer, kata "perempuan" berasal dari kata "empu" dalam Bahasa Jawa Kuno, yang kemudian diserap dalam Bahasa Melayu, yang berarti "tuan, mulia, hormat". Kata empu tersebut mengalami pengimbuhan dengan penambahan "per-" dan "-an" yang kemudian membentuk kata "perempuan". Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa kata empu dalam perempuan berhubungan dengan kata ampu yang berarti "sokong, penyangga".

 

Sedangkan Kata "wanita" berasal dari kata vanita dalam Bahasa Sansekerta, yang secara harfiah berarti "yang diinginkan".

 

Merujuk dari uraian diatas, tidaklah heran jika perempuan memiliki daya Tarik yang sama dalam dunia seni dan pertunjukan, baik itu Teater, Tari, Musik, Sastra, Lukisan dan mungkin seni-seni lainnya yang bersentuhan dengan raut serta rupa. Rasanya tidak perlu dibeberkan, semua juga mungkin atau dapat dipastikan lebih paham dari penulis mengenai daya Tarik perempuan, jangan menjadi pepatah lama: Mengajari bebek berenang.

 

Membahas perempuan membutuhkan beribu-ribu halaman, berjuta episode drama televisi, bermiliar kata yang terangkai, takkan berujung. Setiap personal memiliki pemikiran, cara pandang dan nilai tersendiri, seperti kata-kata yang umum terdengar di masyarakat Indonesia bahwa kodrat perempuan itu hanyalah Dapur, Sumur dan Kasur. Dari tiga kata itu saja menimbulkan perdebatan, dari sisi pandang realita atau sisi pandang terbuka.

 

Sebagaimana artikel berjudul Kodrat Perempuan Itu Dapur, Sumur, Kasur! ditulis Gina Ainusyifa di laman kompasiana.com, bahwa Kodrat secara etimologi dalam KBBI  berarti sifat asli, sifat bawaan atau hukum alam, dlam bahasa Arab قدرة artinya kekuasaan, ketentuan atau ukuran. Kodrat adalah God Given Nature, sesuatu yang murni diberikan oleh Tuhan khususya kodrat secara biologis. 

 

Kodrat perempuan atau Woman’s Nature ini di masyarakat luas sering kali menjadi hal yang konstruktif. Menurut masyarakat kodrat perempuan adalah berada di Dapur, Sumur dan Kasur. 

 

Doktrin itu dimunculkan oleh organisasi perempuan yang didirikan pemerintah pada zaman orde baru. Doktrin itu menyatakan bahwa perempuan hanyalah perlu mahir di dapur, sumur, kasur, karena kodrat perempuan diciptakan untuk mengurusi semua hal-hal domestik, mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak.

 

Sampai di zaman modern seperti ini kata perempuan ‘dirumah aja’ semakin tertancap kuat terlebih dengan maraknya kasus kekerasan seksual yang semakin sering terkuak ke publik. 

 

Padahal realitas masa moderen saat ini, peran perempuan besar di setiap ruang dan sendi-sendi kehidupan, tidak lagi hanya terbatas di dapur, sumur, Kasur. Sangat banyak terlihat perempuan berkarya, berinovasi, berkembang di dunia kerja, dunia Pendidikan, teknologi, Kesehatan, dan seni. Rasanya tidak ada yang terlewat tanpa kehadiran perempuan secara langsung maupun tidak langsung.

 

Kita Kembali ke dunia seni, khususnya seni pertunjukan yaitu panggung perempuan bertajuk 'Wanita Dalam Seni Pertunjukan' yang digagas serta selaku Konseptor dan Sutradara Sri Purnama Syam, kepala Taman Budaya Jambi. Asisten: Mugi Ari Saputra, Manager Panggung: IcaLago, Artistik: RR Maylando, Komposer: Andi Gomes, pemusik: Dianto, Rama, Putra, Dika dan Rizki, Kru Panggung: POB Indonesia.





Panggung Perempuan 'Wanita Dalam Seni Pertunjukan'

 

Panggung yang digagas oleh Sri Purnama Syam, adalah bentuk kegundahan dirinya terhadap realiata pertunjukan khususnya dunia Tari. Dia berharap siapapun saat menyaksikannya benar-benar menikmati karya, bukan  kemolekan, keindahan lekukan tubuh, paras nan cantik menawan, tubuh aduhai bagai bidadari yang turun dari kayangan.

 

Kalau sudah seperti itu, dia mempertanyakan arti perempuan di panggung, khususnya bagi laki-laki yang melihat? "Ada isi, ada pesan yang disampaikan dalam setiap karya, kembali kepada teori "art for art" seni untuk seni, ekspresi jiwa manusia yang dilahirkan melalui medianya," Tegas Sri Purnama Syam.

 

"Jika tidak melihat kami dari kacamata "art for art" lebih karena kemolekan, keindahan lekukan tubuh, paras nan cantik menawan yang dipandang, itu artinya kami disamakan dengan apa? silahkan jawab sendiri. Inilah kegundahan saya, karena penari yang telah berumur, tidak lagi molek seperti masa mudanya, hilang sudah ruang dan panggung bagi mereka?," Tambahnya lagi.

 

Maka dia gagaslah Panggung Perempuan untuk menyajikan seperti apa dan cara pandang terhadap perempuan, yang menghadirkan tarian dari kelompok pelajar, Paduan suara, Monolog, Pembacaan Puisi bahkan dirinya bersama para perempuan yang dulunya memiliki latar seoarang penari.

 

Panggung perempuan menggambarkan masa kecil, remaja, dewasa hingga yang telah berumur. Pesan-pesan tersirat tersebut dihadirkan ke panggung, bukan hanya dari karya maupun isinya, namun juga terlihat dari pakaian dan tingkah lakunya.

 

Diawali oleh sanggar atau kelompok tari LimaniArt dari SMA Negeri 5 Kota Jambi, menghadirkan tari berjudul 'Yeye' koregrafer Syawal Arsy. LimaniArt ialah Juara Festival tari tahun 2025 kategori pelajar bertema Permainan Rakyat Sebagai Sumber Inspirasi Kekaryaan, yang diselenggarakan Taman Budaya Jambi.

 




Lalu masa remaja penuh kesan dan kenangan indah, dihadirkan Salira Ayatusyifa lewat monolognya berdurasi 10 menit. Dia menjadikan cara membuat kudapan Bakwan lengkap dengan bahan dan perlengkapan layaknya di dapur keatas panggung. Ini sebagai bentuk pada umumnya usia remaja, mulai belajar memasak dan memahami dapur.

 

Tampil layaknya seorang remaja, dengan pakaian dan tingkah lakunya, dia memulai dengan kisah ibunya yang selalu membuat Bakwan, Bakwan, Bakwan dan Bakwan lagi. Bakwan itu semua dibuat bagi seniman atau pelaku seni di Sanggar saat sedang menyiapkan sebuah pergelaran yang disutradai oleh Ayahnya.

 

Baginya apa yang dilakukan Sang Ibu bukanlah perkara mudah, disamping menyiapkan kudapan berupa bakwan, juga ikut menjadi penata rias para aktor dan aktris. Belum lagi mengurus pekerjaan rutin di rumah sebagai seorang Istri. Disini Salira mengingatkan penonton secara halus kehadiran perempuan sangat besar artinya, benar kodrat seorang perempuan itu adalah Dapur, Sumur dan Kasur! tetapi begitu banyak perempuan-perempuan hebat di luar sana, baik itu pekerja seni, penggiat lingkungan, wartawan, penulis dan lainnya.

 

Kehadiran Salira di panggung perempuan diperkuat dengan kolaborasi bersama Titas Suwanda, seorang penggiat Teater dan Sastra di Jambi. Dia menegaskan besarnya peran perempuan khsusunya di Jambi sejak masa Kerajaan bisa dipelajari, diantara potongan puisi tersebut yaitu Putri Pinang Masak: tidak hanya terampil memasak, tangannya berdaulat bertahta. Mayang Mangurai tidak hanya tampil gemulai, dari rambutnya sejarah negeri diburai.

 

Selanjutnya Dewasa Tampil apik dalam Paduan Suara LPPD Jambi, yang diketuai Abraham Tambun, dilatih oleh Tony Siahaan dan Masta. Lagu-lagu cinta, lembut dan penuh kasih Hadir di Panggung perempuan yang gawangi 20 orang Wanita bersama Dirigennya Masta.

 



Kemudian Masa tua itu terlihat sangat jelas dari pakaian yang digunakan para penari, baju dan sarung, dilengkapi tekuluk menutup kepala dengan warna senada yang lembut, terakhir penari membawa dua piring kecil berbahan seng. 

 

Tingkah laku penari juga menambah nuansa usia yang tidak lagi muda tersaji di Panggung Perempuan yaitu Sanggar Kembang Goyang bersama Sri Purnama Syam, menapakkan karya berjudul Kodrat. Inilah puncak dari Panggung Perempuan 'Wanita Dalam Seni Pertunjukan'

 

"Suguhan panggung perempuan dengan semua materi dan pemainnya adalah yang terbaik. Dan penonton akan mendapat "sesuatu" dari suguhan ini. Seni itu membahagiakan," Ungkap Sri Purnama Syam.

 

Sri Purnama Syam, perempuan energik bernama lengkap DR. Sri Purnama Syam, SST.M.Sn, kelahiran Muara Bungo, 1 Januari 1969 mengenyam dunia pendidikan dengan melanjutkan S2 dan S3 yang mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Daerah (Pemda).

 

Sri Purnama Syam, mendapat beasiswa S2 pada 2003 dan selesai pada 2005 dengan nilai cumlaude di Institut Seni Indonesia Surakarta. Kemudian pada 2006 dirinya melanjutkan S3, doktor kajian budaya di Universitas Udayana Denpasar lulus menjadi kelulusan.

 



'Kodrat' Perempuan Jambi Dibalik Dapur dengan Kuali Gulai Tempoyak

 

Mengutip dari laman KBBI Online, kodrat memiliki arti kekuasaan (Tuhan), hukum (alam), dan sifat asli; sifat bawaan. Secara umum, pengertian kodrat bisa dipahami sebagai sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga manusia tidak mampu untuk merubah atau menolaknya.

 

Kodrat ini bersifat universal. Contohnya seperti melahirkan, menyusui, dan menstruasi merupakan kodrat bagi perempuan. Sementara kodrat laki-laki adalah memproduksi sperma.

 

Dalam pergelaran persembahan Sanggar Kembang Goyang, menyampaikan sinopsis Kodrat yaitu: Di tengah gemuruh tarian, lantunan syair, dan sorak penonton, ada sebuah ruang yang sedang direbut. Ruang itu Bernama panggung, dan diatas panggung seni pertunjukan Indonesia, khususnya di tanah Jambi, para perempuan tak lagi hanya menjadi hiasan atau pelengkap narasi. Mereka adalah narator Utama, pencipta gerak, penjaga ruh, dan pembaharu Tradisi.

 

Bicara tentang perempuan Jambi, seringkali imajinasi kita terpaku pada stereotip yang sempit: di balik dapur dengan kuali gulai tempoyak, atau di ranah domestik sebagai ibu dan istri. Memang, keahlian meracik masakan dan kekuatan sebagai sosok yang melahirkan generasi adalah bagian tak terpisahkan dari identitas mereka. Namun, marwah (Harga diri, martabat, dan inti nilai) perempuan Jambi jauh lebih luas dan dalam dari itu. Marwah itu tersimpan dalam kearifan, keteguhan, dan kreativitas yang selalu mencari saluran untuk bersuara.

 

Kodrat adalah pergelaran puncak pada Panggung Perempuan, membawa dan menyimpulkan pesan utuh secara satu kesatuan dari setiap materi pergelaran.

 



Sanggar Kembang Goyang hadir dengan tampilan tidak umum 'maaf' postur tubuh tidak lagi idealnya perempuan muda, seiring sejalan dengan usia para penarinya. Mereka melalui Kodrat 'menantang' penonton, melawan keraguan penikmat seni, juga bertarung membalikkan hatinya melalui pesan tersirat berkata Kami Bisa!, lihat karya kami dan tetap berpegang pada Seni untuk Seni.

 

Penari melangkah tenang dan lembut diiringi musik serta pencahaan yang ringan, senyum tipis tapi tak sumringah terpapar di mata penonton pada awalnya "Jangan senyum tampak gigi, Kita bukan penari latar," Tegas Sri Purnama Syam.

 

Gerakan penari sangat kentara, karena dari hati dikeluarkan lewat gestur atau Gerakan tangan, tubuh, gerak, dan raut wajah. Mereka menggambarkan bagaimana tenangnya seorang perempuan selaku seorang Istri atas repotnya mengurus rumah tangga hingga pada akhirnya berada di puncak atau tumpukan emosional lewat simbol membanting piring.

 

Karya ini juga memperlihatkan bagaimana hebohnya, repotnya seorang Istri atau ibu rumah tangga, berhadapan dengan teriakan seorang suami dan anak melebihi cerita drama di televisi, tetapi tetap menikmatinya. Penari memberikan ekspresi kadang bingung, kesal, tapi kadang juga senang berbagai ekspresi terwakilkan dari gestur dan wajah.

 

Selanjutnya barulah terlihat senyum lebar para penari, mereka membutuhkan waktu spesial bagi dirinya, disimbolkan lewat saling memijat punggung. Dibagian akhir, penari bergegas menyambut hari esok bersiap dengan kejutan-kejutan kehidupan.

 

"ya terima saja apa yang semestinya ada dalam perjalanan kehidupan, toh ada sutradara dan dalang terbaik yaitu Sang Pencipta Tuhan YME, kita hanya wayang yang sedang disuruh memainkan lakon oleh dalang. Maka penutup diakhiri dengan ikhlas dan senyum manis," Urai Sri Purnama Syam.

 

Selain itu, kata Sri Purnama Syam penari kodrat tidak khawatir, tidak risih dengan bentuk tubuh mereka, tidak merasa rendah diri, tidak pula takut dengan cemoohan penonton.

 

"Penari kodrat tidak rusuh dengan tubuh, kami tubuh sendiri. Tidak ada orang lain yang akan mencintai tubuh kita kecuali kita sendiri, apa dan bagaimana bentuk tubuh kita itu. Jangan pedulikan body shiming," Katanya.

 

Sanggar Kembang Goyang ingin menunjukkan bahwa sebuah tarian semestinya yang dilihat adalah isinya, apa yang ingin disampaikan, bukan melihat seperti apa penarinya.

 

"Kita kembali ke teori "art for art"  seni itu ya untuk seni. ekspresi jiwa manusia yang dilahirkan melalui medianya. Mengapa begitu? karena pasti akan ada cemooh dari penonton. Tapi itu yang saya inginkan, dari situlah kita akan bisa mengukur pemahaman, wawasan audien dalam menonton sebuah pertunjukan dan dalam memahami apa itu seni," Tutur Sri Purnama Syam.

 




Dari Panggung perempuan kita dapat melihat, merasakan, bahkan membaca pesan secara langsung maupun tersembunyi, baik itu secara keseluruhan maupun terpisah untuk Kodrat.

 

Tarian Kodrat tidak melawan, tidak marah, tidak membantah apalagi menantang bahwa seorang perempuan itu adalah Dapur, Sumur dan Kasur! Kodrat memperlihatkan sisi lain dari keinginannya, sisi lain yang juga patut dihargai, sisi terdalam dari hati dan diri seorang perempuan.

 

Pada akhirnya secara keseluruhan panggung Perempuan mengingatkan, bagaimana kompleksnya peran perempuan: Berhadapan dengan impian, harapan hingga realita hidup. Disamping itu mereka dituntut tegar, kuat serta serba bisa meskipun telah diberikan peran melekat yaitu Dapur, Sumur, Kasur.


*Penulis adalah Wartawan dan Penggiat Seni, tinggal di Jambi

 


Referensi Tambahan:

(Indonesia) Arti kata Perempuan dalam situs web Kamus BesarBahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KementerianPendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Diakses tanggal 6 Desember 2025.

 

Kata empu dalam bahasa Melayu berkembang menjadi kata "empunya" yang berarti "dimiliki oleh tuannya atau pemiliknya", yang kemudian menjadi kata punya dalam Bahasa Melayu Modern dan Bahasa Indonesia, yang berarti "milik, memiliki"

 

Parhani, Siti (6 Januari 2021). "Antara Wanita dan Perempuan, Apa Bedanya?". Magdalene. Diakses tanggal 6 Desember 2025.

 

Ainusyifa, Gina (24 Desember 2021). "Kodrat Perempuan Itu Dapur, Sumur, Kasur!. kompasiana.com. iakses tanggal 6 Desember 2025.





Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
Bisnis Klik Tautan Ini: PEMASANGAN IKLAN


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram


Peringatan Penting!
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin informasi/berita/konten/artikel, namun dengan mencantumkan sumber bicarajambi.com