Monday, October 20, 2025

Katak Berbulu, Amfibi Aneh yang Mematahkan Tulangnya untuk Bertahan Hidup


BICARA FAUNA
Di hutan lembap Afrika Tengah hidup seekor katak dengan kemampuan pertahanan yang luar biasa. Katak berbulu atau hairy frog (Trichobatrachus robustus) dikenal karena perilaku ekstrem saat menghadapi bahaya. Ketika terancam, hewan ini mematahkan sendiri tulang jarinya. Ujung tulang yang tajam lalu menembus kulit dan berubah menjadi cakar untuk melukai pemangsa. Adaptasi ekstrem inilah yang membuatnya dijuluki “horror frog” karena cara bertahannya yang mengerikan, dan “wolverine frog” karena mirip tokoh Wolverine yang mengeluarkan cakar dari tubuhnya sendiri. Dalam dunia amfibi, kemampuan ini sangat langka karena kebanyakan katak hanya mengandalkan racun atau kamuflase untuk bertahan hidup.

Peneliti pertama kali mendeskripsikan spesies ini pada awal 1900-an, namun mekanisme terbentuknya cakar baru terungkap pada awal 2000-an. Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Salamandra tahun 2008, para ilmuwan menjelaskan bahwa cakar katak berbulu bukan struktur permanen, melainkan hasil proses internal yang bisa diaktifkan saat dibutuhkan. Saat bahaya datang, otot kaki menarik tulang jari hingga menembus jaringan kulit. Setelah ancaman berlalu, kulit yang rusak tumbuh kembali menutupi tulang tersebut. Proses regenerasi ini menunjukkan kemampuan penyembuhan tinggi yang jarang ditemukan pada hewan lain.

Kaki katak berbulu (Trichobatrachus robustus) dengan cakar tulang yang tajam dan pendek. Struktur ini muncul ketika katak mematahkan sendiri tulang jarinya untuk pertahanan diri dari pemangsa. Kredit: Harvard University Museum of Comparative Zoology.

Katak berbulu hidup di sungai berarus deras di Kamerun, Gabon, Republik Kongo, hingga Nigeria dan Angola. Spesies ini lebih banyak menghabiskan waktu di darat, tetapi kembali ke air saat musim kawin. Betina menempelkan telur pada batu di dasar sungai, sementara jantan menjaga telur hingga menetas. Selama periode itu, jantan mengembangkan “rambut” di sisi tubuh dan paha. Struktur ini sebenarnya papila kulit yang mengandung pembuluh darah. Fungsinya untuk membantu pertukaran oksigen saat jantan berada lama di air menjaga telur. Adaptasi ini menjadikannya contoh menarik bagaimana satu spesies bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan reproduksi dan lingkungan ekstrem.

Pertahanan Diri yang Ekstrem dan Proses Regenerasi Unik

Ukuran tubuh katak berbulu termasuk besar, jantan bisa mencapai panjang 13 sentimeter dan betina sekitar 11 sentimeter. Warna tubuhnya cokelat gelap, membantu berkamuflase di dasar sungai berbatu. Makanan utamanya serangga, siput, laba-laba, dan hewan kecil lain. Namun, bukan ukuran atau makanannya yang menarik perhatian peneliti, melainkan kemampuannya menggunakan tulang sendiri sebagai senjata hidup. Ketika merasa terancam, otot di bagian jari kakinya berkontraksi dengan kuat hingga tulang halus di ujung jari patah dan menembus kulit. Ujung tulang yang tajam itu berubah menjadi cakar, yang bisa digunakan untuk mencakar predator atau ancaman lain. Fenomena ini memperlihatkan bentuk pertahanan diri yang ekstrem, melibatkan pengorbanan tubuh demi bertahan hidup.

Ilustrasi katak berbulu (Trichobatrachus robustus) jantan yang menunjukkan struktur “rambut” atau papila kulit di sisi tubuh dan paha, digunakan untuk membantu pernapasan selama menjaga telur di air.Karya J. Green, Proceedings of the Zoological Society of London (1901). Domain publik.

Proses biologis ini sangat jarang ditemukan pada hewan lain. Dalam riset yang dilakukan oleh David C. Blackburn dan rekan-rekannya dari Harvard University dan diterbitkan dalam Biology Letters tahun 2008, peneliti menggambarkan bagaimana katak ini dapat “memunculkan senjata tersembunyi” dengan cara mematahkan tulangnya sendiri. Tidak seperti cakar pada mamalia yang terbuat dari keratin, cakar katak berbulu sepenuhnya tersusun dari tulang. Setelah digunakan, tulang itu perlahan kembali tertarik ke dalam jaringan kulit, dan luka di ujung jari menutup seiring proses regenerasi alami. Mekanisme ini membuat katak berbulu seolah memiliki sistem senjata yang bisa “muncul dan menghilang” sesuai kebutuhan.

Kemampuan ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan ilmuwan tentang bagaimana jaringan tulang dan kulit bisa beregenerasi dengan cepat tanpa menyebabkan infeksi serius. Luka terbuka akibat tulang yang menembus kulit seharusnya berisiko tinggi terhadap bakteri dan jamur, terutama di lingkungan lembap seperti sungai tropis. Namun katak berbulu tampaknya memiliki sistem imun dan proses penyembuhan yang sangat efisien. Para peneliti menduga katak ini memproduksi zat antimikroba alami di kulitnya, seperti halnya banyak spesies amfibi lain yang diketahui mengeluarkan senyawa kimia untuk melawan patogen.

Kemampuan regenerasi ini membuka peluang besar bagi penelitian medis. Jika mekanisme pembentukan dan penyembuhan luka katak berbulu bisa dipahami lebih dalam, hasilnya dapat membantu pengembangan terapi regeneratif untuk manusia, seperti penyembuhan luka berat atau rekonstruksi jaringan tulang. Adaptasi biologis seperti ini menunjukkan bahwa proses evolusi dapat menghasilkan solusi alami yang canggih, bahkan melampaui teknologi modern. Dalam konteks ekologi, kemampuan ini juga memperlihatkan bagaimana spesies kecil seperti katak dapat mengembangkan pertahanan diri yang efektif tanpa bergantung pada racun atau ukuran tubuh besar.

Katak berbulu menjadi simbol betapa luasnya variasi strategi bertahan hidup di dunia hewan. Di satu sisi, ia tampak seperti katak biasa dengan tubuh cokelat dan gerak lambat. Namun di sisi lain, ia menyimpan “senjata biologis” yang bisa muncul kapan saja saat ancaman datang. Proses patahnya tulang, keluarnya cakar, hingga penyembuhan kembali menunjukkan kesempurnaan sistem pertahanan alami yang terbentuk lewat ribuan tahun evolusi. Adaptasi semacam ini menjadikan Trichobatrachus robustus bukan hanya unik, tetapi juga contoh penting tentang ketahanan hidup di dunia amfibi tropis Afrika.

Nilai Budaya dan Ancaman terhadap Populasi

Dalam budaya masyarakat Bakossi di Kamerun, katak berbulu memiliki nilai spiritual dan ekonomi. Mereka percaya katak ini jatuh dari langit dan membawa kesuburan bagi pasangan yang belum memiliki anak. Dagingnya juga dikonsumsi dan dianggap lezat setelah dipanggang. Namun, masyarakat lokal berhati-hati saat menangkapnya. Luka dari cakarnya bisa dalam dan berdarah, sehingga mereka menggunakan tombak atau parang panjang agar tidak terkena langsung. Praktik ini menunjukkan hubungan antara kepercayaan tradisional dan adaptasi biologis unik dari katak berbulu.

Katak berbulu (Trichobatrachus robustus) jantan dengan papila kulit menyerupai rambut di sisi tubuh dan paha. Struktur ini membantu pertukaran oksigen saat jantan menjaga telur di air selama musim kawin.Foto oleh Gustavocarra, lisensi CC BY-SA 4.0.

Status konservasi Trichobatrachus robustus saat ini masih “Least Concern” menurut Daftar Merah IUCN. Artinya, spesies ini belum terancam punah. Namun, ancaman tetap ada. Hilangnya habitat akibat penebangan hutan dan polusi sungai mengurangi populasi di beberapa wilayah. Perburuan untuk konsumsi juga memberi tekanan tambahan. Selain itu, penyakit jamur chytridiomycosis yang menyerang banyak amfibi di Afrika dapat menjadi ancaman jangka panjang. Menurut laporan IUCN tahun 2017, perlindungan habitat alami menjadi langkah penting untuk menjaga kelangsungan populasi katak ini.


Sumber: mongabay.co.id




Follow bicarajambi.com
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
Bisnis Klik Tautan Ini: PEMASANGAN IKLAN


Ikuti info terbaru bicarajambi.com di 
Channel bicarajambiDOTcom melalui
WhatsApp dan Telegram


Peringatan Penting!
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin informasi/berita/konten/artikel, namun dengan mencantumkan sumber bicarajambi.com