Getaran Kegairahan; Hantaran Persiapan Pengalaman Berkesenian dalam Festival Monolog Taman Budaya Jambi 2025
Oleh: Ady Santoso
Getaran kegairahan dari para peserta dalam menyambut Festival Teater Remaja Taman Budaya Jambi tahun 2025, yang pada tahun ini berformat monolog telah mulai dirasakan degup gairah dari para peserta. Ketakterbendungan rasa ingin tahu lebih banyak akan perihal teknis dan non teknis ditanyakan para peserta lomba festival dalam pelaksanaan Technical Meeting (TM) yang berlangsung pada Kamis, 30 Oktober 2025 melalui media daring. Pertanyaan mulai perihal teknis seperti teknis waktu setting dan penampilan, teknis lampu, teknis jumlah trap, hingga pertanyaan perihal non teknis seperti kategori penilaian juri, sampai pemenggalan naskah apakah boleh atau tidak boleh. Banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para peserta kemudian saya tangkap sebagai bentuk kegairahan yang takterbendungkan. Mereka para peserta bersemangat dalam mempersiapkan penampilan yang memukau, mereka berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menyajikan pertunjukan yang telah ditentukan dalam petunjuk teknis yang telah ditentukan oleh penyelenggara festival, dalam hal ini Unit Pengelola Teknis Dinas (UPTD) Taman Budaya Jambi.
Ketentuan-ketentuan tersebut diantaranya perihal naskah wajib yang dibawakan dalam pertunjukan monolog. 11 naskah wajib telah disiapkan panitia, yakni: (1) Gotir, karya Agung Syahputra; (2) Tumbal Air Abadi, karya Dedi Saputra; (3) Arca, karya Devi Hanan; (4). Topeng Mayat, karya Khaira Agwalya Puspa; (5) Serapah Resah Kincir Tua, karya Lukman Tasman; (6) Nujuh, karya Medi Saputra; (7) Ratap, karya Natasya Salsabilla; (8) Incung, karya Nurul Iman; (9) Kemarau Berdarah, karya Raden Roro Dheajeng Pramesti; (10) Perempuan Daun Lontar, karya Yuyun DNS; dan (11) Monolog Air Suci, karya EM. Yogiswara. Naskah-naskah wajib tersebut kemudian telah dipilih oleh para peserta yang terbagi menjadi dua kategori, yakni kategori pelajar dan kategori umum. Sebanyak 49 peserta dari 26 sekolah baik tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) se-derajat, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-derajat terdaftar sebagai peserta festival teater remaja tahun ini, dimana untuk tingkat SMA se-derajat terdapat 22 sekolah yang terdiri dari SMA, SMK, dan MA, sementara untuk tingkat SMP se-derajat terdapat 4 sekolah, SMP dan MTS.
Sedangkan untuk kategori umum terdapat 24 peserta, yang terdiri dari sanggar seni teater umum, dan sanggar seni yang terdapat di perguruan tinggi. Namun masih disayangkan, dimana dari 11 Kabupaten/ Kota yang terdapat di Provinsi Jambi, hanya beberapa daerah saja yang mengikuti gelaran agenda tahunan ini. Para peserta festival teater remaja tahun ini berasal dari daerah Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan Kabupaten Bungo. Oleh karenanya kedepan perlu dipikirkan langkah yang lebih strategis agar peserta festival teater remaja dari Kabupaten/ Kota di Provinsi Jambi yang pada tahun ini belum turut berpartisipasi, agar dapat turut berpartisipasi pada tahun berikutnya. Selain temuan menarik dari asal daerah peserta yang hanya berasal dari 5 daerah Kabupaten/ Kota, hal menarik lainnya adalah terdapatnya 2 naskah wajib yang tidak menjadi pilihan oleh para peserta untuk dibawakan pentas monolog. Kedua naskah tersebut adalah Serapah Resah Kincir Tua, karya Lukman Tasman, dan Perempuan Daun Lontar, karya Yuyun DNS.
Persiapan Kegembiraan
Sebagaimana disampaikan oleh pihak UPTD Taman Budaya Jambi sebagai penyelenggara, yang pada saat TM disampaikan oleh Herman, pesan kegembiraan menjadi penekanan, yang mana agar seluruh para peserta menjalankan festival ini dengan penuh kegembiraan. Pesan yang singkat namun mampu memberikan penyemangat kepada peserta agar mempersiapkan pertunjukan terbaiknya dengan penuh kegembiraan. Kegembiraan yang memang mestinya tampak jelas bahwa festival ini bukan hanya ajang tampil, melainkan juga menjadi ruang penyatuan energi seni, ruang pertemuan berbagai kreasi, ruang pertumbuhan dari para penyangga seni yang terdapat di Provinsi Jambi. Oleh karenanya, perlu kemudian agar setiap peserta mengetahui, bahwa bukan hanya tampil pentas monolog saja, namun juga sikap hormat terhadap sesama pelaku seni dan terjalinnya sarana silahturahmi.
Oleh karenanya, festival taeter remaja yang tahun ini dalam format monolog, penting untuk menghadirkan kegembiraan yang bukan hanya kegembiraan kompetitif, melainkan kegembiraan kolektif, yakni karena dalam festival ini hadirnya peserta, pendukung, dan masyarakat luas, menjadikannya sebagai bagian dari sejarah perkembangan teater Jambi. Karena dalam festival ini merupakan ajang penguatan kreativitas dikalangan generasi muda dalam berkesenian, sekaligus sarana pembelajaran untuk menumbuhkan kesadaran, kerjasama kolektif dan kemampuan berpikir kritis melalui pertunjukan monolog. Kegiatan yang juga menjadi wadah bagi para pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum untuk mengekspresikan identitas, menggali potensi seni, serta memperluas jejaring seni di tingkat daerah Jambi. Oleh karena itu, pemahaman persiapan kegembiraan harus terus digelorakan dan dibangkitkan, yang mana terhadap proses persiapan pentas monolog, persiapan kegembiraan menjadikannya bara api semangat untuk menyajikan pertunjukan.
Ledakan Kegairahan
Seni pertunjukan monolog merupakan salah satu bentuk ekspresi teater yang mengandalkan kekuatan tunggal seorang aktor untuk menyampaikan gagasan, emosi, dan pesan kepada penonton. Monolog bukan hanya sekadar unjuk keterampilan berbicara di panggung, tetapi juga refleksi dari pemahaman mendalam terhadap naskah, karakter, dan konteks sosial budaya yang melatarinya. Dalam seni pertunjukan monolog, dua aspek utama yang kemudian menjadi catatan saya, yakni kemampuan aktor untuk tampil artikulatif dan atraktif. Kedua unsur tersebut bukan saja sekadar teknik, melainkan ledakan jiwa dari sebuah pertunjukan tunggal yang hidup di atas panggung. Pertanyaannya kemudian, adalah bagaimana menghadirkan ledakan jiwa dari seorang aktor dalam monolog. Rasa tidak pernah cukup, tidak pernah puas, terus ingin berlatih, terus ingin memperbaiki, dan terus terus dan terus untuk mencoba lagi lagi dan lagi, itulah yang saya namakan kegairahan.
Monologer, sebutan untuk pemonolog, haruslah mengaktifkan seluruh unsur yang terdapat di dalam tubuhnya, sehingga monologer tersebut walaupun hanya seorang diri bermain dramatik, namun mampu mengkomunikasikan beban dramatik kepada penonton. Karena itulah, kejelasan artikulasi dan kekuatan atraksi, bagi saya menjadi penentu dalam upaya menyampaikan pesan naskah dapat tersampaikan dengan kuat atau justru menguap di tengah ruang pertunjukan. Seorang aktor monolog yang artikulatif mampu membuat setiap kata menjadi bermakna. Kejelasan dalam mengucapkan dialog, menjaga tempo bicara, dan mengatur tekanan suara adalah cara untuk memastikan bahwa penonton dapat menangkap isi naskah dengan utuh. Artikulasi yang baik bukan hanya soal teknik vokal, tapi juga kesadaran emosi. Selain artikulasi, daya tarik visual dan emosional juga menjadi kekuatan utama, itulah atraktif. Atraktif dalam konteks monolog berarti mampu memikat perhatian penonton sejak awal hingga akhir pertunjukan.
Aktor yang atraktif tahu bagaimana mengelola energi, ruang, dan ekspresi. Ia dapat membuat penonton tetap terlibat emosi meski hanya dengan perubahan pandangan mata, gestur tangan, permainan respon dengan artistik dan properti, juga pergerakan tubuh yang minimalis tapi bermakna. Monolog bukan tentang banyaknya gerak, tapi juga tentang ketepatan ekspresi, aktor yang atraktif tahu kapan harus diam, kapan harus meledak, dan kapan harus mengguncang emosi penonton dengan kesederhanaan. Kedua aspek tersebut, artikulatif dan atraktif menjadi fondasi penting dalam upaya menciptakan komunikasi yang hidup di panggung. Karena dalam monolog, ruang kosong panggung menjadi kanvas tempat aktor melukis emosi dan makna melalui tubuh dan suara. Itulah kemudian tantangan dan keindahan monolog yang terletak pada satu tubuh, satu suara, tapi dengan kekuatan seribu perasaan, dan kekayaan penjelajahan. Kemudian ialah bagaimana menghadirkan artikulatif dan atraktif di atas panggung, karena malalui pertunjukan monolog yang akan kita sajikan, pertunjukan kita tidak hanya akan dikenang karena naskahnya, tapi karena energi dan eksplorasi dari atraksi dan artikulasi yang meledakkan ruang pertunjukan.
Pengalaman Berkesenian
Dalam ajang festival teater remaja Taman Budaya Jambi 2025 dalam format monolog, para peserta diharapkan tidak hanya ditantang untuk menampilkan kemampuan akting terbaik, tetapi juga diharapkan memahami bahwa melalui festival ini menjadikannya sebagai suatu pengalaman berkesenian. Pengalaman berkesenian yang kedepannya sebagai unsur penting yang membentuk kedewasaan, kematangan, dan kebijaksanaan sang monologer. Festival ini diharapkan juga bukan semata ajang kompetisi, melainkan ruang belajar, bertukar gagasan, dan memperkaya batin melalui seni monolog, karena di atas panggung, monologer tidak hanya berbicara dan bergerak; mereka menghidupkan pengalaman hidup yang telah diolah menjadi ekspresi estetis, sehingga monologer dapat memperkaya cara pandang, dan kepekaan yang lahir dari perjalanan seninya. Pengalaman berkesenian yang didapatkan dari panggung, dari proses latihan, dari kehidupan sehari-hari, diharapkan menjadi bahan bakar utama yang menyalakan emosi dan kejujuran dalam permainan. Itulah kemudian saya menilai bahwa festival ini lebih dari sekedar ajang kempetisi, namun ajang memperkaya kepekaan dalam seni.
Penting kemudian untuk menjadi catatan bahwa monolog yang kuat selalu datang dari aktor yang memiliki pengalaman batin yang kaya, yang bukan hanya sekadar hafal teks, tapi mampu menghidupkan kata dengan pengalaman dan kesadaran. Oleh karenanya, melalui pengalaman berkesenian yang didapatkan dari festival ini, seorang monologer belajar disiplin, empati, kemampuan memahami manusia, dan bertanggung jawab untuk menuntaskan apa yang telah menjadi pilihan. Nilai-nilai itulah yang kemudian diharapkan menjelma menjadi kehadiran yang kuat di atas panggung. Sehingga festival ini menjadi momentum penting bagi para seniman muda untuk mengasah diri, dan mempresentasikan hasil dari setiap proses latihan, pembacaan naskah, hingga penampilan yang menjadi bagian dari perjalanan artistik yang berharga.
Melalui tangkapan pengalaman berkesenian, monologer diajak menjadi seniman muda yang reflektif, yang tak sekadar tampil, tapi juga memahami konteks sosial dan kemanusiaan yang diangkat dalam karyanya. Untuk itulah, ajang ini saya pandang memberi kesempatan bagi peserta untuk berinteraksi, mengamati, dan belajar dari karya sesama monologer. Dari situ, tumbuh kesadaran bahwa seni bukan tentang menang atau kalah, tetapi tentang tumbuh bersama dan memahami makna ekspresi yang lebih dalam. Festival ini bukan hanya tempat tampil, tapi juga tempat menempa diri, para peserta dapat memandang pengalaman ini sebagai bagian penting dari perjalanan berkesenian. Festival ini menjadi pengingat bahwa seni adalah perjalanan tanpa akhir. Pengalaman berkesenian menjadi pondasi yang menumbuhkan kepekaan, kejujuran, dan kedalaman ekspresi berharga pada kemudian hari. Dengan semangat itulah, setiap peserta diharapkan tidak hanya tampil untuk dinilai, tetapi juga untuk menemukan diri dan menghidupkan kembali getaran kegembiraan, yang dilanjutkan dengan ledakan kegairahan yang tak terbendungkan, sehingga menjadi suatu pengalaman berkesenian kemudian.
Ady Santoso – Anggota Dewan Juri Festival Teater Remaja Taman Budaya Jambi 2025
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
.png)