Perbincangan Peningkatan Pelayanan Kebudayaan; Harmonisasi Strategi Fasilitasi Seni dari Taman Budaya Jambi
Oleh: Ady Santoso
— Kebudayaan adalah kerjaannya banyak orang —Umar Kayam
Peristiwa sarasehan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik serta memperkuat peran dari Unit Pembantu Teknis Dinas (UPTD) Taman Budaya Jambi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi sebagai ruang ekspresi dan fasilitasi bagi pelaku seni, telah berlangsung pada Kamis, 30 Oktober 2025 yang bertempat di Teater Arena Taman Budaya Jambi. Kurang lebih selama tiga jam dari berlangsungnya kegiatan diskusi tersebut, yang dimulai pukul 14.00 s.d 17.00 WIB, telah terjadi saling silang tukar pandangan, keinginan, masukan, hingga keluhan dari para peserta yang terdiri dari unsur budayawan, seniman, pemerhati seni, hingga akademisi. Sarasehan yang diinisiasi oleh pihak UPTD Taman Budaya Jambi, dalam hal ini oleh Kepala UPTD Taman Budaya Jambi, Dr. Sri Purnama Syam atau yang akrab disapa dengan Ibu Ema, adalah hal yang kemudian dipandang sebagai langkah awal dalam menjalin harmonisasi dari UPTD Taman Budaya Jambi kepada para masyarakat yang diwakili oleh beberapa unsur masyarakat diatas, dalam hal upaya memperkuat kolaborasi, ruang evaluasi, serta refleksi oleh pihak UPTD Taman Budaya Jambi dalam upaya peningkatan pelayanan publik di bidang kebudayaan, khususnya membangun sinergi pengembangan ekosistem seni.
Namun adalah hal yang kemudian saya pandang sebagai landasan awal berupa langkah strategis yang taktis dari pertemuan pihak UPTD Taman Budaya Jambi, dalam hal ini Ibu Ema sebagai Kepala, yang baru 5 bulan menjabat sejak dilantik menjadi Kepala UPTD Taman Budaya Jambi pada pertengahan Juni 2025. Pertemuan antara pihak UPTD Taman Budaya Jambi dengan beberapa unsur masyarakat adalah upaya yang kemudian saya nilai sebagai mitigasi awal yang didapatkan dari hasil pelbagai saling silang ungkapan para peserta undangan dalam memberikan masukan, pandangan, kritikan, keluhan, dan harapan. Selain itu, pertemuan tersebut kemudian juga menjadi ajang dalam memberikan gambaran-gambaran dari langkah-langkah kebijakan yang nanti akan diterapkan. Seperti pada apa yang disampaikan dalam paparan awal Ibu Ema, sebagai pembuka sekaligus pemantik diskusi sarasehan, disampaikannya mengenai prestasi yang didapatkan pihak UPTD Taman Budaya Jambi, yakni berupa tambahan anggaran untuk UPTD Taman Budaya Jambi dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia untuk menunjang bantuan operasional Taman Budaya Jambi di tahun 2026. Hal tersebut tentulah menjadi angin segar bagi para seniman, komunitas seni, hingga paguyuban budaya yang ada di Provinsi Jambi, karena dengan meningkatnya tambahan anggaran DAK Nonfisik yang diterima UPTD Taman Budaya Jambi, sejatinya akan berimplikasi kepada semakin meningkatnya program-program yang diharapkan berdampak bagi peningkatan seniman, komunitas seni, juga paguyuban budaya.
Dampak yang kemudian diharapkan merata dan berkeadilan, namun dengan tetap memenuhi kaidah kaidah administrasi yang harus dipenuhi dan dipatuhi. Upaya menuju berkeadilan dan pemerataan itulah yang kemudian saya nilai sebagai langkah taktis strategis awal yang tepat dari Ibu Ema, dimana dimasa awal kepemimpinannya kemudian mengundang unsur-unsur masyarakat guna mendapatkan insight. Insight tentang pemahaman yang lebih mendalam yang diperoleh dari data, observasi, atau refleksi terhadap suatu situasi kondisi Taman Budaya Jambi yang telah terjadi dan apa yang akan diterapkan nanti. Insight data yang langsung didapatkan dari para peserta sarasehan dalam memberikan masukan, pandangan, kritikan, keluhan, dan harapan. Seperti apa yang disampaikan Jumardi Putra, pemerhati seni budaya yang menyampaikan tentang pentingnya kedudukan dari Taman Budaya Jambi sebagai tempat bertemunya para seniman, budayawan, pemerhati seni budaya, juga masyarakat umum, yang merupakan wahana dalam menumbuhkembangkan kesenian di Provinsi Jambi. Sehingga lanjut Jumardi, agar keberadaan UPTD Taman Budaya Jambi dan masyarakat yang berkegiatan didalamnya juga dapat juga berfungsi dalam menggawal dari kebijakan-kebijakan berkaitan dengan kebudayaan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, dimana salah satu penyampaian Jumardi adalah menekankan akan pentingnya terwujudnya Dewan Kebudayaan Melayu Jambi, yang mana hingga saat ini belum terealisasikan sebagaimana yang telah teramanatkan di dalam Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 5 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Dan Pengembangan Budaya Melayu Jambi.
Sehingga menurut Jumardi, kehadiran dari Dewan Kebudayaan Melayu Jambi yang merupakan lembaga publik, nantinya dapat menjadi mitra dari Pemerintah Daerah Provinsi Jambi yang berfungsi sebagai pengawal dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, yang bertujuan untuk menjaga kemaslahatan dari agenda-agenda pemajuan kebudayaan, yang sejatinya segala penetapan kebijakan-kebijakan itu diharapkan berdampak langsung terhadap peningkatan kapasitas dari para seniman, budayawan, komunitas seni, hingga paguyuban budaya yang terdapat di Provinsi Jambi. Sejalan denga napa yang diungkapkan oleh Jumardi Putra, Budayawan Provinsi Jambi, Ja’far Rassuh juga menekankan pentingnya kepedulian para dari para peserta yang hadir dalam sarasehan tersebut terhadap pelbagai kebijakan-kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jambi terkait pemajuan kebudayaan, sehingga degan sikap kritis yang sama sama dimiliki oleh para penggiat seni dan budaya tersebut dapat berfungsi sebagai ajang koreksi dari kebijakan-kebijakan kebudayaan yang dapat merugikan ekosistem pemajuan kebudayaan di Provinsi Jambi.
Sinergi Konstruksi
Dalam sarasehan tersebut, Ibu Ema juga menegaskan bahwa peningkatan kualitas layanan publik menjadi prioritas utama, dimana hal tersebut kemudian diterapkan dengan pembagian jadwal yang merata dari ruang-ruang studio yang ada di Taman Budaya Jambi bagi komunitas seni atau seniman yang hendak menggunakan fasilitas-fasilitas ruang-ruang studio atau pendopo. Seperti pada studio ruang kaca yang lazim digunakan pada latihan seni tari, agar penggunaanya dijadwalkan secara merata bagi komunitas seni atau sanggar yang telah mengajukan surat peminjaman studio tersebut. Pembagian secara merata dan berkeadilan tersebutlah yang kemudian sebagai sinergi fasilitasi seni, guna mewujudkan Taman Budaya Jambi yang diharapkan menjadi “rumah bersama” bagi seluruh seniman juga budayawan. Rumah bersama yang mana bahwasannya Taman Budaya Jambi telah menjadi “rumah kedua” dari banyak seniman dan budayawan, sehingga banyak darinya yang peduli terhadap kondisi dari taman budaya kini. Sebagaimana yang disampaikan oleh Medi Saputra dari Sanggar Seni Rasi, yang menyampaikan perihal kondisi Teater Arena, mulai dari kondisi lampu yang banyak rusak, dan belum diganti atau diperbaharui, kondisi lantai panggung yang tidak merata, sampai masalah mixer untuk lampu panggung yang perlu dibenahi. Mendengar masukan, keluhan, kritikan, terhadap kondisi lapangan dari Taman Budaya Jambi kini yang perlu banyak pembenahan. Sejatinya semua itu merupakan bentuk kepedulian dari para seniman dan budayawan agar tetap menjadikan Taman Budaya Jambi sebagai ruang tumbuh kreatifitas dari masyarakat luas.
Ruang tumbuh itulah yang kemudian saya lihat sebagai saling silang dari pelbagai pandangan, keinginan, masukan, keluhan, hingga kritikan yang bilamana saya garis bawahi, kesemuanya bersifat konstruktif untuk perbaikan ke depan dari Taman Budaya Jambi. Perbaikan yang lebih kepada arah peningkatan kualitas pelayanan publik, yang mana kemudian dari para peserta yang hadir menyampaikan potensi besar yang dimiliki Taman Budaya Jambi. Sebagaimana yang disampaikan budayawan Ja’far Rassuh, terkait Peraturan Gubernur Jambi Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Taman Budaya Jambi Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Jambi. Dalam pandangannya, kondisi Taman Budaya Jambi perlu ditinjau kembali dari Peraturan Gubernur (Pergub) tersebut, yang mana menurutnya Pergub tersebut sudah tidak relevan lagi terhadap pentingnya peran Taman Budaya Jambi sebagai ruang pemajuan kebudayaan di Provinsi Jambi. Oleh karenanya, menurut beliau, Pergub tersebut perlu diusulkan untuk dirubah dengan penguatan konstruksi materi berupa peran yang lebih besar dari Taman Budaya Jambi sebagai ruang tumbuh kembang dalam pemajuan kebudayaan di Provinsi Jambi.
Dari forum sarasehan tersebut, pelbagai ide konstruktif saling bersinergi dari para peserta, diantaranya perihal inkubasi seni bagi generasi muda, pelatihan manajemen seni bagi pengelola dan komunitas seni. digitalisasi koleksi-koleksi di perpustakaan Taman Budaya Jambi, penguatan media informasi publik dengan adanya website Taman Budaya Jambi, pentingnya agar kembali ada laporan pertanggungjawaban kreatif dari setiap karya yang mendapat hibah pentas dari Taman Budaya Jambi, pembenahan dan perbaikan sarana pendukung pertunjukan, penguatan dasar hukum kelembagaan Taman Budaya Jambi yang tertuang di dalam Pergub, lomba sastra berbasis budaya melayu Jambi, keadilan dari penggunaan ruang di Taman Budaya Jambi. Beberapa ide dasar dari masukan, keluhan, kritikan diatas adalah beberap saling silang yang coba saya tuliskan kembali, namun masih terdapat beberapa masukan lainnya yang pada dasarnya kesemuanya berpijak pada keinginan untuk membangun Taman Budaya Jambi yang lebih kolaboratif, terbuka, berkeadilan, dan saling bersinergi konstruktif dari pelbagai unsur-unsur masyarakat yang berkecimpung kreatif di Taman Budaya Jambi dengan pihak UPTD Taman Budaya Jambi.
Harmoni Fasilitasi
Sarasehan ini menunjukkan bahwa saling silang masukan di kalangan seniman dan budayawan adalah suatu bentuk harmoni guna pemajuan kebudayaan di Provinsi Jambi, khususnya dalam bentuk seni. Bentuk kepedulian terhadap masa depan kebudayaan, sehingga banyak peserta yang menilai bahwa revitalisasi penting segera dilakukan di Taman Budaya Jambi, baik revitalisasi fisik juga revitalisasi berpikir. Revitaliasi berfikir inilah yang sejatinya menjadi harmoni konstruksi dari adanya jalinan sinergi dari pelbagai unsur masyarakat tadi. Revitalisasi berfikir yang menjadi denyut energi untuk ke depan dalam konteks kebudayaan yang berkelanjutan. Dimana hal tersebut didasari dari keberadaan Taman Budaya Jambi yang sangat diharapkan tidak hanya menjadi tempat pementasan, tetapi juga pusat pemanjuan kebudayaan Jambi, pusat diskusi, pusat riset, dan pusat inovasi, yang kesemuanya dalam ranah budaya dan seni. Revitalisasi berpikir yang juga menyasar akan kesadaran bersama-sama dari masyarakat dan juga pihak UPTD Taman Budaya Jambi, yang mana kemudian UPTD Taman Budaya Jambi bukan hanya melayani masyarakat karena aturan, tetapi karena kesadaran bahwa peran serta kewajibannya dalam pemanjuan kebudayaan itu sendiri yang merupakan bagian dari kehidupan publik itu sendiri. Sehingga dari revitalisasi berfikir itulah terjalin irama harmoni yang saling bersambut dalam membangun kebudayaan di Provinsi Jambi.
Dalam konteks pemajuan kebudayaan, pelayanan publik bukan sekadar proses administrasi, namun lebih dari itu. Dimana kita membicarakan mengenai bagaimana membangun ekosistem kebudayaan agar hidup, berkembang, dan berdampak bagi masyarakat. Budayawan Umar Khayam menegaskan bahwa “kebudayaan adalah kerja banyak orang.” Kutipan itu terasa sangat relevan dalam konteks Taman Budaya Jambi hari ini, bahwa dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik sejatinya juga harus bersifat partisipatif, melibatkan seniman, budayawan dan masyarakat sebagai subjek, bukan sekadar penerima kebijakan. Sehingga tujuan dari UPTD Taman Budaya Jambi yang memiliki fungsi sebagai penyedia fasilitas publik dalam seni, dapat terjalin harmoni antara masyarakat pengguna fasilitas publik di Taman Budaya Jambi dengan upaya peningkatkan kualitas pelayanan publik itu sendiri. Dari argumentasi itulah kemudian, saya menilai pihak UPTD Taman Budaya Jambi kini sedang berupaya dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance. Good governance yang bertujuan untuk memastikan pengelolaan kegiatan pengembangan seni dan budaya lokal berjalan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, dengan melibatkan partisipasi publik. Partisipasi aktif antara masyarakat dan pihak UPTD Taman Budaya Jambi yang dalam konteks ini kemudian saya sebut dengan harmoni fasilitasi.
Kolaborasi Rekomendasi
Kebudayaan yang berbasis kolaborasi menjadi hal yang urgensi kini, dimana kolaborasi juga penting antara seniman, budayawan dan pemerintah daerah. Hal tersebut dilihat bahwa Taman Budaya Jambi bukan sekadar lembaga institusi pemerintah, namun saya juga melihat bahawa Taman Budaya Jambi adalah simbol publik dalam konteks budaya dan seni. Dimana Taman Budaya Jambi menjadi tempat masyarakat bisa menyuarakan keindahan, kritik, bahkan kegelisahan sosialnya melalui medium seni. Oleh karena itu, jika pelayanan publik kemudian hanya diukur dari hal-hal administrasi dan juga efisiensi, maka esensi kemanusiaan dalam pemajuan kebudayaan itu justru hilang. Pelayanan publik di bidang kebudayaan tidak bisa disamakan dengan pelayanan perizinan atau dokumen administratif. Hal tersebut ditinjau bahwa dalam kebudayaan, melayani berarti membuka ruang partisipasi, mendengarkan aspirasi, dan memberi kesempatan setara bagi setiap bentuk ekspresi, itulah wujud nyata dari kolaborasi. Karena pemajuan kebudayaan lahir dari perjumpaan ide dan kolaborasi, maka sudah saatnya Taman Budaya Jambi berani mengambil posisi lebih progresif: menjadi mediator yang memanusiakan sistem kebudayaan, bukan sekadar pelaksana regulasi, namun menjadi jantung dalam menghidupkan denyut nadi aliran kebudayaan di Provinsi Jambi.
Tantangan ke depan adalah menjadikan Taman Budaya Jambi bukan sekadar lokasi pusat kegiatan acara kebudayaan, tetapi ruang hidup yang berdenyut setiap hari. Program-program peningkatan kapasitas bagi pelaku seni, kelompok seni, hingga paguyuban budaya menjadi langkah konkret dalam menuju upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh UPTD Taman Budaya Jambi. Program-program dapat berupa inkubasi seni, pelatihan manajemen seni, hingga digitalisasi seni, menjadi beberapa bentuk-bentuk program yang dapat dikembangkan. Berpijak dari hasil diskusi yang panjang, beberapa rekomendasi kemudian mengemuka, yang mana bila saya sarikan menjadi rekomendasi sebagai berikut: (1) perlunya transformasi manajemen kelembagaan di Taman Budaya Jambi agar lebih adaptif terhadap kebutuhan zaman, termasuk penyediaan data terbuka tentang jadwal kegiatan dan ketersediaan ruang; (2) pentingnya menghadirkan program inkubasi seni dan pendidikan publik berbasis komunitas, untuk memperkuat interaksi antara seniman dan masyarakat; (3) penguatan peran media dan publikasi digital agar kegiatan seni di Taman Budaya Jambi yang berlangsung dapat tersiarkan secara luas di ranah nasional.
Namun hal yang paling penting dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik di Taman Budaya Jambi, hendaknya beriringan dengan upaya pembangunan kebudayaan yang dilandasi oleh kesadaran bersama, bahwa pemajuan kebudayaan bukan hanya kerja satu, dua orang, atau lembaga tertentu, melainkan kerja banyak orang. Taman Budaya Jambi harus menjadi tempat di mana setiap masyarakat yang merasa terlibat dalam kerja kebudayaan, bukan sekadar penonton dari panggung yang sama, melainkan turun dan urung bersama dalam upaya pemajuan kebudayaan. Taman Budaya Jambi menjadi wajah kita bersama, cermin kita bersama. Untuk itulah ke depan, Taman Budaya Jambi harus menjadi pusat tumbuh kembang kehidupan kebudayaan yang dinamis, dimana pemajuan kebudayaan menjadi roh dari peningkatan kualitas pelayanan publik. Taman Budaya Jambi tidak hanya panggung, tapi ruang hidup tempat ide dan karya tumbuh. Kini, Taman Budaya Jambi dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan dua fungsi: sebagai fasilitas publik dan sebagai fasilitator kebudayaan. Hal tersebut sebagaimana yang telah saya sampaikan sebelumnya, bahwa perubahan dalam menuju peningkatan kualitas pelayanan publik membutuhkan keberanian. Keberanian yang pertama-tama harus tercermin dari Kepala UPTD Taman Budaya Jambi. Keberanian untuk menghadirkan pendekatan yang lebih humanis dan kreatif. Keberanian untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Keberanian untuk transparansi informasi. Keberanian untuk selalu membuka diri dalam melibatkan partisipasi masyarakat dan komunitas budaya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di Taman Budaya Jambi.
Facebook @bicarajambidotcom
Twitter/X @bicarajambidotcom
Instagram @bicarajambidotcom
Tiktok @bicarajambicom
Youtube @bicarajambidotcom
